Rabu, 18 Juni 2014

Napas Cinta





Desir angin mengurai jurai rambut gadis yang berparas ayu, Putri. Sudah cukup lama jari-jari lentiknya berkutat pada helai senar gitar. Impian masa kecilnya untuk bisa menguasai gitar kini perlahan terwujud. Cakra, lelaki yang amat disayanginya memandangi sembari mengurai senyum manisnya. Hampir setengah jam Cakra terpesona melihat paras Putri, gadis ini sangat gigih dalam berlatih.
            “Sudah cukup untuk hari ini.” Gitar yang dipegangnya kini sudah berada di atas lantai.

            Putri beranjak dan mengambil duduk di sebelah Cakra. Menyandarkan kepalanya yang cukup pening karena belum menguasai sepenuhnya bermain gitar. Diantara rinai hujan yang mulai berjatuhan Putri merasakan kenyamanan dalam dirinya. Hawa sejuk membuatnya tenggelam dalam pesona cinta. Perlahan kelopak matanya menutup. Dia tertidur.
            ****
            “Cakra...Cakra!!!” gadis itu beberapa kali memanggil nama kekasihnya. Namun Cakra hanya mengurai senyum manis seraya melambaikan tangan. Tetes-tetes air mata berjuntai membasahi pelipis. “Kamu mau kemana?” hening, Cakra menahan langkah sejenak, memutar badan.
            “Pulang Put. Aku masih menjagamu dari dunia yang berbeda. Walau aku sudah tak bernapas, namun cinta kita kan terus bernapas. Cinta kita kan tetap abadi.”
            “Ku mohon, jangan tinggalkan aku. Aku masih butuh kamu, aku masih ingin bersamamu...” tangis Putri semakin meluber. Dadanya terasa sesak. Kini dirinya hanya mematung melihat sosok yang berarti itu melangkah meninggalkannya. Seorang diri.

****
            “Put...Putri...bangun, bangun sayang. Kamu baik-baik saja kan?” matanya terbelalak. Namun untuk sementara waktu dia bisa bernapas lega.
            “Kamu mimpi buruk?” seorang wanita yang biasa dipanggilnya mama menampilkan wajah seriusnya. Putri hanya menggeleng.

“Putri ada di mana ma?”
            “Kamu lupa? Ini rumah sakit. Kamu sedang sakit infeksi lambung.” papar sang mama. Namun tak sedikit pun Putri terkejut akan kabar penyakitnya. “Cakra...”
            “Cakra baru saja pulang, itu...” mamanya menunjuk ke arah buah-buahan dan buket bunga di meja samping kanan tempat tidur Putri. “Dia menjaga kamu selama tiga hari sampai dia bolos kuliah. Baru saja  dia pamit untuk pulang sebentar.” Putri hanya tersenyum hambar. Mamanya melangkahkan kaki keluar dan menutup pintu kamar.
            “Jadi aku hanya mimpi, syukurlah.” diraihnya ponsel yang sedari tadi di atas meja. “Halo.”
            “Iya, sayang. Kamu sudah siuman? Syukurlah kalau begitu.” balas seorang lelaki di ponsel.
“Kamu baik-baik aja kan?” Cakra mengernyitkan dahi.
“Lho, sepertinya pertanyaan itu pantas buat aku yang menanyakan.” jawab Cakra dengan seringai khasnya.
“Aku serius. Tolong jawab dengan serius juga dong.”

“Aku baik kok. Memang kenapa?” 
“Kamu gak akan tinggalin aku kan?” sejenak hening. “Cakra!”
“Eh, iya. Aku gak akan tinggalin kamu. Aku akan selalu di sampingmu. Aku sayang sama kamu. Tapi...”
            “Tapi apa?”
            “Tidak. Tapi aku harus ke rumah temanku sekarang. Daaah...”

            Tuttt...tuttt... 
                        ****
            “Mama kenapa nangis? Ada apa ma? JAWAB!” aku pun turut meneteskan air mata. Firasatku tak enak.
“Cakra...”

“Cakra kenapa ma?”
            “Dia kecelakaan dan gagar otak.”
            “Sekarang dia dirawat di kamar nomor berapa? Putri ingin ke sana.” Putri langsung turun dari ranjangnya dan mencopot semua infus yang melekat. “Sayang...Cakra di kamar jenazah.” lirih mamanya.

            “TIDAAAKKK...” Puti terjatuh dan menyenggol buket bunga. Secarik kertas terjatuh pula. 
            “Kan kujaga kamu dari dunia yang berbeda.”
Sosok indah telah hilang. Terbang ke nirwana, mencecap moksa. Dalam naungan napas cinta.

0 komentar :

Posting Komentar