Kamis, 22 Agustus 2019

Review Film Mahasiswi Baru: Lintas Generasi yang Tak Saling Menyakiti



Nonton film yang katanya komedi tapi gak lucu itu sakitnya di sini. Nyelekit! Apalagi film dengan tema sekolahan atau perkuliahan yang flat dan alurnya kurang menantang.


Saya sudah menolak dua kali pada jam yang sama atas ajakan buat nonton film Mahasiswi Baru. Tapi, temen saya bilang wis tala bedo-bedo, aku wis nonton trailer e ngakak pol! Yowis, saya menyerah dan mbatin awas nek gak apik.

Saya sih sok menebak jalan ceritanya, pasti menceritakan tentang cinta-cintaan di kampus yang ‘menye-menye’. Meski belum berangkat buat nonton, batin saya sudah ngoceh sendiri. Akhirnya panas-panasan naik ojek online, saya berangkat ke Delta buat nonton pemutaran pertama film Mahasiswi Baru.

Pemutaran film masih lima belas menit dan Mas penjual popcorn tidak berhenti merayu saya untuk membeli. Lima menit, sepuluh menit... telinga saya akhirnya panas dan beli dong dua popcorn rasa asin. Meski tak tahu saya akan fokus ngunyah popcorn atau ngakak lihat filmnya.

Film dimulai, saya lemas karena tebakan adegan awal benar. Adegan pertama yang diperlihatkan adalah kegiatan OSPEK di lapangan. Baiklah, selanjutnya apa? Oma Lastri yang diperankan Widyawati baris di antara mahasiswa yang usianya sama dengan cucunya. Lintas generasi membuatnya tidak mengerti banyak hal sehingga banyak pertanyaan yang dilontarkan ke senior maupun Dekannya.


Tak lupa ada panci yang digunakannya sebagai topi. Saya makin mikir saat seorang senior menendang panci dengan kuat dan melarang Lastri menerima telepon. Apakah akan banyak kekerasan dalam film ini? Adegan intro beberapa menit itu sempat membuat saya membenarkan kekecewaan yang mainstream. Tapi, adegan itulah yang mengantarkan pada benang merah cerita, mulai dari latar belakang Lastri kuliah, masalah-masalah yang dialami genk-nya, hingga cerita tamat.

Dari sisi cerita, tema yang diangkat sangat umum yaitu tentang dunia perkuliahan. Namun hal yang membuat unik adalah tokoh yang kuliah adalah orang tua. Lastri mencoba membuktikan kalau menimba ilmu itu tidak memandang usia. Tapi, hal yang benar-benar menarik dari Mahasiswi Baru adalah adaptasi Lastri dengan bahasa kekinian dan perilaku anak zaman now.

Sebagai penikmat film komedi, Mahasiswi Baru memang masih jauh dari guyonan di film-film Thailand. The Mermaid garapan Stephen Chow misalnya yang memiliki lelucon tingkat dewa. Meski demikian, tingkat komedi dalam Mahasiswi Baru cukup tinggi jika dibanding film-film Indonesia lainnya.

Hal lain yang tak kalah menarik dari film Mahasiswi Baru adalah kehadiran Morgan Oey sebagai anak alay yang rajin banget bikin vlog di kampus serta Mikha Tambayong dan Umay yang membantu semua masalah Lastri. Kemunculan mereka bisa membuat ‘weteng kaku ngakak terus’ dari awal hingga akhir film. Apalagi dalam film itu mereka disandingkan bersama dalam sebuah genk, saling bersahutan satu sama lain, beradu celetukan yang membuat suasana pecah.



Selain itu, kehadiran Sonia Alyssa sebagai Reva, seorang mahasiswi berwajah bule tapi berlogat Jawa. Karakternya menghadirkan teka-teki tentang latar belakang kehidupan. Reva yang paling cerdas di antara teman-temannya itu diketahui sering tidur kampus karena harus melakukan hal lain di malam hari. Karakternya menjadi gambaran mahasiswi rajin yang sering mendapat IPK tinggi.

Jangan lupakan sosok Dekan ribet diperankan Slamet Rahardjo. Seorang Dekan yang selalu ingin melindungi nama baik fakultasnya ini menyukai hal-hal berbau legend dan cukup matre. Restoran mahal Flamboyan menjadi tempat makan favoritnya. Karakternya sangat kuat, tak heran karena Slamet Rahardjo bukanlah aktor bau kencur.


Mahasiswi Baru berhasil menyuguhkan pesan sosial dengan cara yang tidak biasa. Membuat saya merasa tidak digurui tapi mendapatkan nasihat tersendiri setelah menonton. Apalagi ada quote menarik di setiap ucapan Lastri yang membuat saya baper. 

“Kehilangan bukannya alasan untuk berhenti, tapi kehilangan adalah alasan untuk terus bergerak.”

Banyak sapaan dan kalimat ala anak 'zaman now' yang mampu mengundang riuh tawa luar biasa. Ada juga lelucon sehari-hari yang meski didengar beberapa kali tetap lucu. Lepas dari semua itu, film ini efektif buat ngilangin stres.

0 komentar :

Posting Komentar