Rabu, 28 Oktober 2015

Kitab Puisi " Angin Kembara" Karya Anggi Putri










ANGIN KEMBARA
-          KITAB PUISI    -




Penulis: Anggi Putri
Penyunting: Nasta’in Achmad
Penyelaras Akhir: Tim Pustaka Kata
Tata Letak: Tim Pustaka Kata
Desain Sampul: Ali Wirasatriaji

Diterbitkan oleh:
Penerbit Pustaka Kata
Jalan Rambutan No. 19 RT 05 RW 04 Mojoagung,
Jombang-Jawa Timur
Telp/Hp (085731098775/085787056787)
Email: pustakakata@gmail.com

Cetakan Pertama, Juni 2015
xxv + 110 hlm: 13 cm x 19 cm
ISBN: 978-602-0855-63-9

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh
Isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Syair-syair Kehidupan Anggi Putri

Seperti kita ketahui bahwa puisi memiliki keunikan dalam pemaparan bahasa yang indah dan luwes sebagai cara mengungkapkan  berbagai ma­salah kehidupan se­hari-hari. Sebab hidup masih berjalan. Sebab kita bukan hidup dalam bayangan keberhasilan selain menjalankannya.    Lalu kenapa kita harus menulis ?   mari kita coba jabarkan,  pertama dalam kehidupan, tak ada perubahan peradaban yang tak disokong dunia penulisan. Tentu saja tak ada tulisan bermutu baik tanpa dibarengi kebiasaan membaca tulisan yang bermutu baik pula.  Dan Anggi sudah mencoba terjun langsung di dunia kepenulisan ini, karena kebetulan Anggi kuliah di fakultas Sastra.  Dan seperti yang kita ketahui bahwa tak ada guru yang mampu menjadikan kita menjadi  penulis hebat selama kita sendiri tak punya keimanan yang kuat untuk terus-menerus menulis.  Bahwa Anggi yang begitu gigih menulis puis saat usianya masih muda adalah sebuah jawaban untuk tantangan itu.
Membaca kumpulan puisi ini saya seperti membaca sebuah buku harian seorang gadis remaja yang sedang tumbuh mekar,  yang punya banyak mimpi dalam hidupnya seperti kata-kata yang dicantumkan dalam buku ini “Embusan asa meniti mimpi” dan luar biasanya hampir setiap waktu yang berlalu  di tulis  dengan indah oleh Anggi Putri seorang perempuan muda yang telah begitu bagus menulis puisi-puisinya. 
Puisi memang selalu menawarkan daya tarik berdasarkan diksi dan imajinasi penulis yang mengayun-ayunkan perasaan. Setiap puisi tentu saja harus terdapat diksi, yakni pilihan kata yang dilakukan oleh penyair.   Dan Anggi telah mencoba memilih kata-kata untuk mengekspresikan pengalaman dan perasaannya ke dalam beberapa puisinya.  Seperti salah satu puisinya yang berjudul hati,
                                                            Aku  dan              hati kamu
senja menempel di karang terjal
sebuah siluet membeku membayang
saat burung-burung pulang ke sarang
sepasang mata elang tertinggal
nyalang dan tersengal
entah
lah
Judul: HATI
Saya membaca dan mengamatinya sebagai sebuah keindahan yang di sodorkan oleh penulisnya,  seperti kalimat  “Aku dan hatimu menempel di karang terjal”, menunjukkan betapa kuatnya cinta saat dua hati yang bersatu.  Seperti pada puisi Secangkir Muara Rasa yang ditujukan pada seseorang.  

SECANGKIR MUARA RASA
: Nasta’in Achmad Attabani

Jejak malam yang tersapu oleh sabda bintang
Tak mampu terjaga
Cecapi tiap denting waktu yang kian lama tergilas masa
Dingin menggelatuk, menyesakkan dada
Tengadah bulir mutiara terjatuh
di atas sajadah
Lautan kenang tergenang di antara kisah
Ketika itu aku meneguk secangkir rindu bermuara
Turun dari renik matamu yang terbalut sunyi
mematahkan ritual imaji
Gusti, aku sendiri memuji
: detik ini
Terciptalah puja suci yang memuisi

Surabaya, 13 Januari 2015
 Sayap Kata, edisi 16 Januari 2015

Lalu pada puisi berikutnya, tak hanya keindahan cinta yang mendayu-dayu tapi di puisi ini bagaimana kita bisa melihat dan merasakan Anggi meluapkan kemarahannya.

Bagaimana jika api amarah melahap diri tanpa sisa
Bahkan sajak ini pun ikut lebur bersama pekatnya jelaga
luluh-lantah hingga tiada kan tahu arah
merantau lama dalam ketiadaan

Tak puaskah merajut duka samsara dalam linang airmata
yang mengubur dalam kedamaian dalam jurang kekecewaan semata
bahwa yang terukir tinggallah sisa-sisa
: ampas dunia

kesendirian yang menentang segala,
mengadu penuh pertentangan dan wicara hati yang bungkam
tiada arti, tak terdengar dalam kelopak mimpi
metamorfosa tak bergulir lagi

membakar bait-bait lama yang tiada bertepi
puisi ini pun meruang dan memakan hati


Surabaya, 9 Oktober 2014
9:55 WIB

Inilah yang saya maksud bahwa menulis adalah mengumpulan serpihan-serpihan.  Dan serpihan itu adalah kata, kadang mewujud dalam bentuk kekecewaan seperti erosi tanah atau mungkin abrasi pantai yang mengikis ruang dan waktu.  Maka muncullah pemberontakkan yang melompat-lompat.  Atau mungkin  terasa seperti sebuah bola salju yang menggelinding dan terus berputar.  Namun di sela itu terkadang terjadi kesenjangan jiwa, perasaan yang terus saling bertikai saling menyalahkan lalu terbenam dalam dendam yang membakar.  Inilah kemudian yang memunculkan kecewa dan mimpi-mimpipun terangkai dengan indah. Lalu semua berakhir pada sang Pencipta. Seperti contoh puisi berikut yang menuliskan tentang cintanya pada Sang Maha.

MUARA CINTA
cinta
Cinta
CINTA
perasaan terhalus dari jiwa yang mengingat tentang asal muasalnya
candu yang tak pernah habis tergilas masa
: melesak dalam dada
Ku cium-Mu di penghujung mimpi
sepi menabur duka
waktu menyemai luka
Lantas apakah makna hidup ketika semua jalan tertutup airmata?
Gulana paling purba pun samsara paling tua
lantas kau berkata,
Kau sesap airmata sumber yang mana dari mata air-mata
air nestapa?
Rindu itu berwujud rapalan puja
di sepertiga malam berkembara
mengucur bersama air yang kubasuh di permukaan muka
bermandikan ayat-ayat suci di dalamnya
Aku memandang lemah,
tentang suka-duka semesta
repih-repih tepian asa
: beradu jua

Masih tercekat kata dalam relung pikirku,
Siapakah Muara Cinta?
Maha Cinta
Adalah Kau semata
: Tuhanku

Surabaya, 6 Desember 2014

            Puisilah yang menempatkan diri sebagai media curahan hati bagi penyair,  dengan tidak melupakan bahwa puisi tetaplah puisi yang mempunyai aturan baku yakni adanya metafora dan diksi. Termasuk mengolah imaji dan menuliskannya dengan hati.  Maka Ilmu bermanfaat itulah di perlukan bahwa seorang penyair wajib memiliki kepekaan terhadap apa yang terjadi di sekitar, atau bacalah alam lalu kita akan merasa dituntut menyampaikan liputan perjalanan agar bisa menggugah pembaca. Atau bahkan mengharuskan membuat sebuah wacana perenungan yang dalam. 

Begitulah. Dengan indah Anggi Putri mengajak kita semua menikmati buku kumpulan puisinya yang diolah dari perasaan dan pengalaman hidupannya.   Tentu saja doa kita semua Anggi telah lahir menjadi penyair yang kreatif yang akan menghasilkan banyak karya lagi dengan wacana puisi yang khas, dan dengan demikian memiliki daya tarik tersendiri.  Akhirnya selamat membaca puisi-puisinya yang tersaji dalam buku ini.


Rini Intama  ( Penulis, Pendidik, Penggiat seni sastra )






This entry was posted in

0 komentar :

Posting Komentar