Minggu, 28 Desember 2014

EVENT CERPEN FANTASI (DONGENG) "NEGERI KERTAS" DL DIPERPANJANG

EVENT  CERPEN FANTASI (DONGENG)
TEMA: NEGERI KERTAS

NEGERI KERTAS adalah simbol yang diciptakan Fileski untuk perdamaian dunia melalui jalan literasi. Sebagai wujud usaha kampanye perdamaian dunia, Fileski berharap orang-orang di seluruh dunia turut mengenakan simbol ini sebagai lambang penyatuan Kekuatan, Doa, dan Harapan. Doa sebagai wujud ekspresi kolektif untuk perdamaian, stabilitas, dan keharmonisan dunia.
“Mari bergabung menyebarkan pesan perdamaian melalui karya literasi. Bahwa kita semua bisa bekerja sama berbuat hal positif untuk bumi kita, dan cinta yang akan membentuk diri kita untuk selalu berbuat hal positif dalam pikiran dan tindakan.”

Jumat, 26 Desember 2014

Teori Hermeneutika

Sejarah

Sebagai istilah ilmiah, Hermeneutika diperkenalkan pertama kali sejak munculnya buku dasar-dasar logika,Peri Hermeneias karya Aristoteles. Sejak saat itu pula konsep logika dan penggunaan rasionalitas diperkenalkan sebagai dasar tindakan hermeneutis.
Konsep ini terbawa pada tradisi beberapa agama ketika memasuki abad pertengahan (medieval age).[3] Hermeneutika diartikan sebagai tindakan memahami pesan yang disampaikan Tuhan dalam kitab suci-Nya secara rasional. [1] Dalam tradisi kristen, sejak abad 3 M , gereja yang kental dengan tradisi paripatetik menggunakan konsep tawaran Aristoteles ini untuk menginterpretasikan al-kitab.[3] Sedangkan dalam tradisi filsafat Islam, ulama kalam menggunakan istilah Takwil sebagai ganti dari hermeneutika, untuk menjelaskan ayat-ayat Mutasyabbihat.[4]
Ketika Eropa memasuki masa pencerahan([rennaisance]), dari akhir abad 18 M sampai awal 19 M, kajian-kajian hermeneutika yang dilakukan pada abad pertengahan dinilai tidak berbeda sama sekali dengan upaya para ahli Filologi Klasik.[1]Empat tingkatan interpretasi yang berkembang di abad pertengahan, yaitu, literal eksegesis, allegoris eksegesis, tropologikal eksegegis, dan eskatologis eksegesis, direduksi menjadi Literal dan gramatikal eksegesis . Pemahaman ini diawali oleh seorang ahli Filologi bernama Ernesti pada tahun 1761, dan terus dikembangkan oleh Friederich August dan Friederich Ast.[1]
Hermeneutika kemudian keluar dari disiplin filologi bahkan melampaui maksud dari empat tingkatan interpretasi abad pertengahan ketika Schleiermacher menyatakan bahwa proses interpretasi jauh lebih umum dari sekedar mencari makna dari sebuah teks. Ia kemudian menjadikan hermeneutika sebuah disiplin filsafat yang baru.  Hal tersebut disetujui dan dikembangkan oleh Wilhelm Dilthey di ujung abad 19 M. Ia memadukan konsep sejarah dan filsafat serta menjauhi dogma metafisika untuk melahirkan pemahaman yang baru terhadap Hermeneutika. Ia kemudian memahami bahwa proses hermeneutika adalah sesuatu yang menyejarah, sehingga harus terus-menerus berproses di setiap generasi. Walaupun melahirkan pemahaman yang tumpang-tindih, hubungan keilmuan yang dinamis akan sangat berperan untuk menyatukan kembali pemahaman dalam sudut pandang yang bersifat obyektif
hal yang perlu diperhatikan dalam menginterpretasi
 
Abad 20 M, ditandai sebagai era post-modern dalam sejarah filsafat barat, fenomenologi lahir sebagai paham baru yang merambah dunia hermeneutika. Adalah Martin Heidegger, yang mengatakan bahwa proses Hermeneutis merupakan proses pengungkapan jati diri dan permasalahan eksistensi manusia yang sesungguhnya. Usahanya mendapat respon postif dari Hans-Georg Gadamer yang kemudian memadukan Hermeneutika Heidegger dengan konsep estetika.[1]Keduanya sama-sama sepakat bahwa Yang-Ada berusaha menunjukkan dirinya sendiri melalui tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manusia, terutama bahasa.
Hermeneutika di akhir abad 20 M mengalami pembaharuan pembahasan ketika Paul Ricoeur memperkenalkan teorinya.  Ia kembali mendefinisikan Hermeneutika sebagai cara menginterpretasi teks, hanya saja, cara cakupan teks lebih luas dari yang dimaksudkan oleh para cendikiawan abad pertengahan maupun modern dan sedikit lebih sempit jika dibandingkan dengan yang dimaksudkan oleh Heidegger. Teks yang dikaji dalam hermeneutik Ricoeur bisa berupa teks baku sebagaimana umumnya, bisa berupa simbol, maupun mitos. Tujuannya sangat sederhana, yaitu memahami realitas yang sesungguhnya di balik keberadaan teks tersebut.

Sumber:  Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm


I.        Pengertian Hermeneutika
Kata “hermeneutika”, dalam bahasa Indonesianya yang kita kenal, secara etimologi berasal dari istilah Yunani, dari kata kerja hermeneuein, yang berarti “menafsirkan”, dan kata benda hermeneia, “interpretasi. Dari asal kata itu berarti ada dua perbuatan; menafsirkan dan hasilnya, penafsiran (interpretasi), seperti halnya kata kerja “memukul” dan menghasilkan “pukulan”. Kata tersebut layaknya kata-kata kerja dan kata bendanya dalam semua bahasa. Kata Yunani hermeios mengacu pada seorang pendeta bijak, Delphic. Kata hermeios dan kata kerja yang lebih umum hermeneuein dan kata benda hermeneia diasosiasikan pada Dewa Hermes, dari sanalah kata itu berasal.
Dewa Hermes mempunyai kewajiban untuk menyampaikan pesan (wahyu) dari Jupiter kepada manusia. Dewa Hermes bertugas untuk menerjemahkan pesan Tuhan dari gunung Olympuske dalam bahasa yang dimengerti oleh manusia. Jadi hermeneutika ditujukan kepada suatu proses mengubah sesuatu atau situasi yang tidak bisa dimengerti sehingga dapat dimengerti (Richard E. Palmer). Ada tiga komponen dalam proses tersebut; mengungkapkan, menjelaskan, dan menerjemahkan.

Filsafat Yunani kuno sudah memberikan sinyal mengenai “interpretasi”. Dalam karyanya Peri Hermeneias atau De Interpretatione, Plato menyatakan “kata yang kita ucapkan adalah simbol dari pengalaman mental kita dan kata yang kita tulis adalah simbol dari kata yang kita ucapkan”. Sehingga dalam memahami sesuatu perlu adanya usaha khusus, karena apa yang kita tafsirkan telah dilingkupi oleh simbol-simbol yang menghalangi pemahaman kita terhadap makna.

Dalam terminologi, hermeneutika banyak didefinisikan oleh para ahli. Mereka (para ahli) memiliki definisinya masing-masing. F D. Ernest Schleirmacher mendefinisikan hermeneutika sebaga seni memahami dan menguasai, sehingga yang diharapkan adalah bahwa pembaca lebih memahami diri pengarang dari pada pengarangnya sendiri dan juga lebih memahami karyanya dari pada pengarang. Fredrich August Wolf mendefinisikan, hermeneutika adalah pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang membantu untuk memahami makna tanda-tanda. Sedangkan menurut Martin Heidegger dan Hans George Gadamer bahwa hermeneutika adalah proses yang bertujuan untuk menjelaskan hakikat dari pemahaman.

Hermeneutika juga bisa dikatakan sebagai cabang dari filsafat dengan adanya perubahan dari “metafisika menjadi hermeneutika”. Hal ini terlihat dari sebuah kritik epistimologi Immanuel Kant. Kritik tersebut ditujukan atas metafisika. Dalam bukunya “Critique of Pure Reason”, Kant mengecam metafisika yang telah berumur lebih seribu tahun yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan. Menurutnya metafisika hanya melahirkan pengetahuan yang subjektif. Pengetahuan itu dihasilkan atas dasar otoritas suatu konsep berpikir yang menghasilkan ide. Ia menawarkan sebuah terobosan metafisika baru yang berupa hermeneutika. Dengan konsep Logic of Transcendental, bahwa pikiran kita mengumpulkan pengetahuan-pengetahuan yang akhirnya apabila pikiran kita akan memproses suatu pengetahuan maka pengetahuan-pengetahuan yang dikumpulkan oleh pikiran kita akan ikut memproses pengetahuan baru, sehingga hasilnya tidak subjektif melainkan lebih objektif.

Sumber: PENGERTIAN DAN ASAL-USUL HERMENEUTIKA  SEBUAH PERTIMBANGAN _ sofyan effendi.htm

Manusia Seribu Akal & Intrik dalam Novel NEGERI PARA BEDEBAH

Oleh: Anggi Putri

Judul Novel: Negeri Para Bedebah
Penulis: Tere Liye
Penerbit: PT Gramedia Media Utama
Cetakan I 2012
Halaman: 440 hlm; 20 cm
ISBN: 978-979-22-8552-9

















Sinopsis dalam Novel: 

Di negeri para bedebah, kisah fiksi kalah seru dibanding kisah nyata.
Di negeri para bedebah, musang berbulu domba berkeliaran di halaman rumah
Tetapi setidaknya, Kawan, di negeri para bedebah. petarung sejati tidak akan berkhianat

Senin, 15 Desember 2014

KOPDAR GPSP (Goresan Pena Sang Penulis) di Semarang

Kenang di KOPDAR

Sebuah grup antara para penulis, ladang ilmu yang tak pernah surut ...
adalah inovasi-inovasi terakit
dimensi goresan terajut
di sisi Lawang Sewu kita bersua dalam hujan
menguntai kenang tuk masa depan
Yang terindah, membentang batas cakrawala
Amsal kemerlap lampu di malam itu
Peradaban meminang realita
: Bertemu jumpa

Senin, 01 Desember 2014

Catatan PJ "Surat Cinta untuk Ibu" (Sebelum Pengumuman Pemenang)

Jujur saja, dalam event yang saya pegang kali ini cukup mengesankan. Event yang membuat saya takjup dengan jumlah peserta yang membludak. Mabuk naskah? Ya, saya memang mabuk naskah. Terlepas dari hal tersebut, ada beberapa poin yang perlu dievaluasi untuk kebaikan bersama.

  1. Patuhi Peraturan. Hal inilah yang saya tekankan terlebih dulu. Dalam peraturan sudah tercantum beberapa poin yang memang harus dipatuhi sebelum mengikuti event. Peserta yang cerdas adalah peserta yang mematuhi peraturan dalam sebuah event. Hal yang sepele bukan semata-mata disepelekan, namun harus diperhatikan dan ditaati! Kesalahan yang fatal adalah format penulisan dalam file maupun subjek e-mail. 

UPDATE FINAL EVENT "Surat Cinta untuk Ibu"

Alhamdulillah akhirnya bisa mengupdate event "Surat Cinta untuk Ibu" walaupun ada keterlambatan. Terima kasih saya sampaikan untuk seluruh peserta yang berpartisipasi dalam event ini. ^_^

 Ini adalah Update Final Event "Surat Cinta untuk Ibu":

1. Surat Cinta untuk Ibu - Silviana Dewi
2. Confession - Nunuk Wijayanti
3. Ibunda Malaikan tanpa Sayapku - Virta Putri
4. Kasih Sepanjang Waktu - Ratnani Latifah