Jawa Timur dalam Pergolakan AFTA 2015
Pasca Perang Dingin menimbulkan dampak besar bagi
dinamika perekonomian antar negara. Lantas sistem perekonomian Internasional
menjadikan pasar bebas sebagai aktivitas utamanya. Akibatnya, negara-negara
dituntut untuk mampu mengakomodasi sistem tersebut dengan mengintegrasikan
ekonomi nasionalnya berdasarkan
liberalisasi ekonomi. Hal ini juga memicu munculnya berbagai perjanjian
liberalisasi ekonomi melalui pasar bebas (free
trade).
Di
kawasan Asia Tenggara, regionalisme bermula sejak berdirinya ASEAN (Association
of South East Asian Nation) di Bangkok tanggal 8 Agustus 1967. Dapat dikatakan
hal ini menjadi batu loncatan awal terintegrasinya perekonomian di kawasan ini.
Indikasinya, terjadi pertemuan yang melibatkan beberapa negara Asia Tenggara
untuk membentuk perdagangan bebas. Dalam pertemuan tersebut secara formal
terbentuklah AFTA (ASEAN Free Trade Area).
Beberapa bulan lagi
Indonesia mau tidak mau akan menghadapi pasar bebas di kawasan ASEAN. ASEAN
Free Trade Area (AFTA) dapat diartikan sebagai kawasan perdagangan bebas ASEAN
tanpa ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non tarif bagi
negara-negara anggota ASEAN. Sebenarnya AFTA dibentuk sudah lama, yaitu pada
saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992.
AFTA diharapkan dapat mempercepat
terjadinya integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara menjadi suatu pasar
produksi tunggal dalam lingkup regional bagi lebih dari lima ratus juta orang (http://www.allied-co.com, 7 September 2007).Walaupun AFTA berefek positif
pada perdagangan ekonomi di kawasan Asia Tenggara, namun sampai sekarang belum
terlihat peningkatan yang signifikan.
Pertarungan
di kancah AFTA 2015 sangatlah keras. Sirkulasi produk yang berada di kawasan
ASEAN, menyebabkan Indonesia harus bekerja ekstra keras menjadi pelaku
perdagangan. Produk-produk yang dihasilkan perusahaan baik kategori besar atau
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UKM) harus mampu berdaya saing di kawasan
ASEAN. Oleh sebab itu, kualitas produk dan jasa harus diutamakan agar bisa
diterima di pasar ASEAN. Hal ini bukan masalah yang sepele bagi Pemerintah dan
pelaku industri. Menurut laporan tahunan dari World Trade Organization (WTO),
yang menyatakan bahwa berdasarkan sumbangannya terhadap nilai total ekspor
dunia, Indonesia hingga saat ini tidak termasuk negara-negara eksportir penting
untuk hampir semua barang dan jasa yang diperdagangkan secara internasional.
Untuk itu, strategi jitu sangat diperlukan Indonesia.
Indonesia
sebagai aktor penting dalam pemberlakuan AFTA, memiliki banyak hal penting yang
perlu dikaji lebih dalam. Sebagai negara di kawasan ASEAN yang memiliki pasar
yang luas, tentu saja Indonesia menempati posisi strategis bagi para produsen.
Indonesia dalam posisi sebagai negara yang masih berkembang menjadikannya
sebagai negara yang perlu mendapat perhatian. Pasalnya, sejak terkena krisis
ekonomi tahun 1997, perekonomian Indonesia belum mengalami perbaikan yang
signifikan. Tidak hanya di wilayah ibukota, bahkan di wilayah kecil seperti
Jawa Timur pun minim sekali perhatian oleh tangan-tangan Pemerintah. Hal ini
dapat dilihat dari jumlah angka penduduk Jawa Timur yang cukup besar yaitu ±
37.476.757 jiwa yang diantaranya lebih dari enam puluh persen adalah usia
produktif. Kalau boleh jujur, Pemerintah belum secara keseluruhan siap
menghadapi AFTA 2015. Banyak masyarakat yang belum memahami dampak dan ancaman
AFTA itu sendiri. Sosialisasi yang merupakan bekal dasar untuk menghadapi
pergolakan pasar bebas pun belum terlaksana secara efektif. Hanya kalangan
intelektual tinggi saja yang mengerti tentang AFTA, itu pun belum keseluruhan. Pemerintah
bisa memberikan peluang kepada pengangguran dengan membuka lapangan pekerjaan.
Mendirikan sebuah industri yang dapat bersaing di tingkat Internasional. Selain
meningkatkan daya kerja pemuda Indonesia, secara otomatis pergolakan pasar
bebas ASEAN pasti dapat ditakhlukkan. Kalau boleh jujur, kaum pemuda di
Indonesia sebenarnya mempunyai ambisi yang cukup kuat untuk berkarya, untuk
menciptakan inovasi-inovasi yang nantinya dapat mengangkat Indonesia menjadi
bangsa yang lebih bermutu dan bertaraf Internasional. Namun niat yang begitu
besar itu terpaksa kandas karena tidak adanya perhatian serta wadah yang dapat
menampung kemampuan tersebut. Oleh karena itu, peran Pemerintah sangat
diperlukan untuk mengangkat pemuda Indonesia menghadapi AFTA 2015.
Karena
dampaknya tidak hanya berimbas pada kondisi ekonomi saja. Asumsi saya, AFTA
2015 akan berpengaruh secara holistik ke semua pilar kehidupan masyarakat
Indonesia. Bahkan nilai-nilai fundamental dan kebudayaan masyarakat akan
dihantamnya.
Bahkan
konon kabarnya, pemerintah Thailand meskipun kondisi politik berkecamuk. Mereka
telah menyiapkan sumber daya manusia dengan membuka sekolah bahasa Indonesia di
negaranya. Tentu berbeda dengan kondisi di negara ini yang masih terlihat adem
anyem dan masih nyaman, menganggap AFTA 2015 masih jauh. Faktanya pun
diantara kita masih saja hanya doyan ribut-ribut dengan hal-hal tidak subtantif
daripada mencari solusi atau berusaha antisipasi untuk kepentingan
masyarakat banyak.
Pemerintah saat ini lebih memerhatikan pesta demokrasi
yang sedang menjadi peristiwa gencar musim ini. Kampanye lebih diutamakan
daripada memikirkan masa depan bangsa di kancah Internasional. Jalan raya
menjadi sasaran utama. Kepadatan kendaraan semakin meningkat karena adanya
pesta demokrasi dari berbagai partai pencalonan baik legislatif maupun
eksekutif. Bisa saja, dengan SDM yang berlimpah di wilayah Jawa Timur menjadikan
Indonesia menduduki peringkat tiga besar dalam persaingan pasar bebas. Hal itu
tergantung bagaimana Pemerintah dalam menentukan sikap yang harus diambil.
Di
sisi lain, Jawa Timur merupakan wilayah yang memiliki cukup banyak kekayaan
alam. Mulai dari sektor pertanian, perikanan, bahkan perdagangan. Dengan ‘inovative brain’ yang dimiliki para
generasi bangsa, Indonesia akan bisa menembus pasar bebas dengan mudah.
Pengembangan perdagangan salah satunya. Dengan bahan alam yang melimpah
tersebut dapat diolah bahkan dibuat sesuatu yang berdaya guna tinggi namun
bermodal rendah. Jika daya saing dapat dimaksimalkan, Indonesia di tahun 2015
akan siap dan menjadi bangsa yang tangguh dalam pergolakan menanggung dampak
AFTA 2015.
Indonesia memiliki tantangan dalam
mengimplementasikan AFTA. Pertama, pendekatan lintas sektoral untuk meningkatkan
daya saing. Kendala yang dihadapi oleh Indonesia dalam menggerakkan sektor
industri dan perdagangan memunculkan tantangan bagi Indonesia dalam menghadapi
AEC (ASEAN Economic Community). Menurut Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Rini Soewandi (2004), agar mampu bersaing dalam pasar perdagangan
internasional, pemerintah harus memprioritaskan pengembangan industri yang
berbasis pada bahan baku lokal. Karena itu, pemerintah dan dunia usaha perlu
menyatukan visi (Soewandi 2004, 10).
Ketua
Badan Kerjasama dan Penanaman Modal (BKPM) Theo F. Toemion (2003) mengungkapkan
bahwa tantangan dalam penyatuan visi ini dapat diartikan bahwa perlu adanya
pendekatan lintas sektoral (Bisnis Indonesia, 7 Oktober 2003). Theo
melihat adanya satu kecenderungan dari masing-masing departemen yang merasa
ketakutan jika kewenangannya diambil. Padahal, yang diperlukan saat ini adalah
penyatuan visi bahwa Indonesia memerlukan aliran investasi masuk.
Dari pendapat tersebut, dapat
disimpulkan bahwa Indonesia sangat memerlukan pengembangan dalam bidang
Industri. Keberadaan industri di Jawa Timur yang cukup banyak dapat membantu
memerangi AFTA. Sektor perindustrian tersebut perlu dikembangkan, terutama oleh
generasi muda. Semangat dan pemikiran kaum muda tentu saja sangat membantu
dalam hal ini. Mereka dengan jumlah banyak mampu menghasilkan produk bermutu
tinggi dan memiliki daya jual di kawasan ASEAN. Produk-produk dari industri tersebut
dapat diimpor ke berbagai wilayah di kawasan Asia Tenggara. Dengan pemikiran
Pemerintah yang jernih, Indonesia akan dapat memerangi ancaman AFTA beberapa
bulan ke depan. Tentu saja dengan diimbangi perhatian pemerintah pada kaum
muda.
Di sisi lain, pengembangan bakat pun dapat dijadikan
solusi berikutnya. Kebudayaan Jawa Timur sangat kaya. Jumlah yang terbilang
ratusan tersebut sangat efektif untuk dikembangkan. Walaupun terbilang berbeda
satu sama lain, namun itulah sisi indahnya. Kebudayaan yang berbeda satu sama
lain itu, jika disatukan akan melahirkan sebuah solusi jitu dalam menghadapi pergolakan
di tahun 2015. Generasi muda semakin lama semakin pintar, pola pikirnya pun
lebih tajam dibanding dengan para pejabat yang hanya memikirkan cara
penyalahgunaan uang negara. Untuk itu, perlu adanya pemberian kesempatan kepada
mereka dalam mengumpulkan berbagai argumen serta pemikiran cemerlang dalam
bidang pengembangan kebudayaan guna peningkatan perekonimian bangsa.
Sumber Daya Alam atau biasa yang disebut bahan
mentah di Indonesia sangatlah melimpah. Mulai dari minyak bumi, gas alam,
maupun hasil lautnya tersebar di setiap wilayah negara. Penggunaan bahan lokal
(Sumber Daya Alam) bisa menekan membludaknya angka rupiah untuk modal. Bahkan
sekarang ini kaum muda telah pintar mengadopsi segala macam jenis bisnis dari
dalam maupun luar negeri untuk dijadikannya bekal menciptakan home industry. Dengan modal yang
terbilang sedikit itu mereka bisa meraup untung yang cukup besar. Oleh karena
itu, Pemerintah tidak melihat sebelah mata untuk mencari solusi menghadapi AFTA
2015 mendatang. Namun dari sinilah dapat diapresiasikan dalam perbuatan nyata
agar cita-cita bangsa dapat tercapai demi masa depan generasi muda.
Jika masih terlontar pertanyaan siapkah
Indonesia menghadapi AFTA 2015? Maka jawabannya adalah siap
atau tidak siap. Mau tidak mau. AFTA 2015 sudah berada dihadapan kita. Tidak
ada lagi kata tidak siap. Dan jangan lagi ada kata tidak mau. Bagaimanapun
persaingan liar akan dimulai.
Tantangan
atau ancaman? Semua itu kita yang tentukan. Kuncinya ada pada optimalisasi
sinergi kegiatan nyata sebelum AFTA masuk di setiap jengkal negara, setiap
jengkal pikiran bangsa, bahkan setiap jengkal kebudayaan bangsa.
Anggi
Putri
0 komentar :
Posting Komentar