Selasa, 12 Desember 2017

Sensasi Ikut Makan Bajamba di Ranah Minang



Sebelumnya banyak yang DM saya setelah melihat status saya yang pada tanggal 29 November kok unggah foto di Bandara Minangkabau.

Mbak traveling ya? Tapi setelahnya kok unggah foto rumah gadang, kok foto bareng Wakil Wali Kota, kok ada juga foto bareng penari bahkan sama sastrawan. Sebenere sampean lapo ke Sumatera Barat?

Baiklah, saya mau klarifikasi, cieelah bahasanya. Jadi, saya mendapat undangan ke Payakumbuh Botuang Festival yang acaranya tanggal 1-2 Desember 2017. Lha, kok berangkat tanggal 29 November? Iya, itu saya sengaja karena ingin berkunjung ke beberapa tempat dan ketemu teman dunia maya yang ingin saya tahu wujud asli mereka whuhahaha..

Dan lagi seperti biasa…

Sambil menyelam minum kopi.

Di Payakumbuh, setelah saya nomaden sebelum acara berlangsung, saya akhirnya ke tempat panitia di Balai Kaliki, Koto Nan Gadang. Lebih lengkapnya bisa langsung lihat Vlog Tour Room di Rumah Gadang Dt. Gindo Sinaro nan Kuniang di sini.

Perjalanan saya ke Padang-Bukittinggi-Payakumbuh akan saya tulis dalam beberapa Part agar enak dibaca dan tak terlalu panjang per postingan. As you can see on the tittle, kali ini mengenai makan bajamba yang saya alami di tanah Minang. Sebuah tradisi yang pertama kali saya ikuti. Sangat senang dong tentunya, karena tidak setiap hari tradisi ini digelar lho.

Apa sih Makan Bajamba?
Makan bajamba itu makan bersama-sama yang dibagi dalam kelompok-kelompok bisa berjumlah 5-7 orang di tiap lingkaran. Kali ini kelompok makan saya terdiri dari Bu Rina (Jakarta), Uni Ami (Suliki), Naff (Yunani), Sarah (Padang), Winni (Medan), Finni (Padang), dan Annisa (duh maaf, lupa dari mana). Tradisi ini juga dikenal sebagai makan barapak ini dilakukan masyarakat Minangkabau pada hari-hari besar keagamaan, pesta atau upacara adat, dan hal penting lain.



Ada hal-hal unik yang wajib dilakukan saat makan bajamba, nasi harus diambil sesuap saja dengan tangan kanan. Setelah ambil sedikit lauk pauk, nasi dimasukkan ke mulut dengan cara dilempar dalam jarak yang dekat. Ketika tangan kanan menyuap nasi, tangan kiri telah ada di bawahnya untuk menghindari kemungkinan tercecernya nasi. Jika nasi yang tercecer di tangan kiri, harus dipindahkan ke tangan kanan lalu dimasukkan ke mulut dengan cara yang sama. Oh, ya kami makan bajamba ini di tengah sawah yang baru saja dipanen.


Sebelum makan bajamba, menu makan dibawa masyarakat setempat dengan tampeh lalu diarak dari kampung ke sawah


Untuk menuju sawah yang dimaksud, kami harus berjalan sekitar 2 kilometer menaiki dan menuruni bukit. Setelah itu lewat beberapa pematang sawah yang hanya cukup untuk satu kaki. Seru-seru ngeri rasanya, jika jatuh ya wallahu alam, bercampur lumpur deh. Hal yang saya suka di Payakumbuh ini adalah setiap sawah pasti terdapat ekosistem belut yang jumlahnya tidak sedikit. Ada juga alat untuk menangkap belut yang biasa digunakan masyarakat setempat menangkapi belut, namanya Luka (luka-luka yang kurasakan, wkwk) semacam bambu berbentuk mirip jaring, cara pakainya tinggal ditanam ke dalam tanah. Tunggu 2-3 jam dan angkat. Voila! Sudah ada belut yang tercyduk.
Saat menanjak, semangat pagi

Selain hal di atas, ada yang menarik nih, disajikan pertunjukan pacu itiak (balap itik) dan silek lunau (4 orang pria bersilat di dalam lumpur) untuk memeriahkan dan menambah kekhasan acara Minangkabau ini.

Sangat bersyukur kepada Allah karena saya bisa terbang ke Sumbar dengan FREE Tiket Pesawat. Semuanya memanglah proses dan kerja keras. Dan hasil memang tak pernah mengkhianati proses. Reportase mengenai makan bajamba ini juga dimuat Koran Surya Rubrik Citizen Reporter jadi Headline 10 Desember 2017.




6 komentar :

  1. Ooh, ternyata itu ya yang namanya Bajamba? :D Jadi pengen ke Ranah Minang juga. :D

    BalasHapus
  2. Kenapa saya malah salah fokus kepada mereka yang hidungnya macam perosotan TK? aduh-aduh hihi tapi seru bangett keliatannya itu mbak. Pengen ikutan juga. Kalo di Sunda, Bajamba itu botram, semacam itu deh..makan bersama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe, idungnya aduhai ya.. itu yang perwakilan dari berbagai negara. iya, di jawa juga ada cuma bedanya pakai daun pisang

      Hapus
  3. Asyik banget neh mbak anggi, ditunggu cerita selanjutnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak, setelah ini ditulis kisah selanjutnya

      Hapus