Sabtu, 03 Mei 2014

Melestarikan Budaya Sastra di Kalangan Pelajar

Setiap bangsa pasti memiliki kebudayaan. Budaya merupakan suatu hasil karya, cipta, rasa, dan karsa manusia. Dengan budaya suatu kelompok masyarakat mampu menonjolkan kreativitasnya, serta mampu menjadikan budaya sebagai identitas diri bangsa secara turun temurun. Dengan budaya suatu kelompok masyarakat mampu mengetahui serta mempelajari budaya mereka sendiri sekaligus membandingkan budayanya dengan budaya kelompok masyarakat yang lain. Wujud kebudayaan di Indonesia yang beraneka ragam membuat Indonesia kaya akan budaya, akan tetapi budaya yang tampak secara nyata hanya terfokus pada seni tari, pakaian, rumah adat, lagu, musik daerah, alat musik, gambar, dan patung.

Kebudayaan di Indonesia saat ini cenderung mulai luntur akibat pengaruh budaya luar, bukan hanya kebudayaan saja tetapi juga dalam bidang pendidikan dan teknologi. Budaya yang mencakup bidang tertentu tanpa ada suatu pembaharuan dalam kebudayaan akan terasa hambar. Mengapa tidak ada yang berpikir bahwa suatu karya sastra bisa menjadi budaya? Hal inilah yang akan menjadi inovasi terhadap kebudayaan siswa SMA saat ini.
Karya sastra merupakan suatu hasil kreativitas yang diciptakan oleh pengarang untuk mengekspresikan jiwa, emosi, dan perasaannya. Ketika seseorang merasa dalam keadaan labil terkadang ia akan mengungkapkannya lewat sebuah karya sastra, baik itu berupa puisi, cerpen, novel, dan sebagainya. Bentuk karya sastra ada dua macam, yakni karya sastra yang berbentuk prosa dan nonprosa. Baik dalam bentuk prosa maupun nonprosa, melalui keindahan kata dan pilihan kata yang imajinatif dan puitis membuat karya sastra menjadi suatu hasil karya yang memiliki value (nilai) tersendiri bagi pembacanya. Banyak karya-karya sastra yang telah memotivasi pembacanya, memberikan gambaran atau kritik kepada suatu keadaan yang tidak seimbang sekaligus mempengaruhi pembacanya tertarik untuk ikut berkarya. Akan tetapi, minat siswa khususnya siswa SMA pada sastra yang sekarang cenderung mengalami stagnasi atau kemacetan. Hal ini membuat karya sastra terkadang hanya dipandang sebelah mata. Padahal dengan karya sastra akan lebih kreatif dalam mengolah kata-kata, mengeksplorasi bahasa, dan menjadikan bahasa sebagai acuan utama masyarakat untuk maju. Bahasa yang notabene adalah bagian dari kebudayaan, karena bahasa juga digunakan untuk menyampaikan pesan kebudayaan pada bangsa lain.
Hakikat menulis itu sendiri adalah menulis itu kerja kreatif. Menulis itu menciptakan atau membangun sebuah dunia. Menulis dibagi dalam dua bagian, yaitu creative writing (menulis kreatif) dan academic writing (menulis akademis). Creative writing (menulis kreatif) melibatkan emosi dan hati nurani di dalamnya, di mana penulis sebagai 'penguasa' bagi suatu kehidupan yang diciptakannya, meliputi novel, cerpen, puisi, repertoire. Creative writing termasuk dalam fiksi atau fiction yang mengandung pengertian data atau fakta tidak penting, data bisa dijadikan titik pijak tetapi tidak mutlak, logikanya khas dunia fiksi dan argumentasi khas fiksi atau berdasarkan imajinasi. Sedangkan academic writing (menulis akademis) meliputi kolom, tajuk rencana atau editorial, opini atau pendapat, feature, petunjuk praktis atau tips, investigative reportingindepth reportingdeep reporting. Academic writing termasuk dalam non-fiksi atau fact yang mengandung pengertian data tak boleh palsu atau karangan, logika harus runtut, argumentasi menjadi keniscayaan, cenderung dalam kesepakatan dan pemahaman bersama.
Definisi dari menulis sendiri biasanya cenderung berbeda dari sudut pandang pelakunya, seperti pada pelajar yang mendefinisikan kegiatan menulis adalah merupakan suatu kegiatan menyalin ilmu pengetahuan yang mereka dengar atau baca dalam proses belajar mengajar. Sedangkan untuk mahasiswa sendiri kegiatan menulis adalah kegiatan menyusun laporan praktikum atau paper yang menumpuk setiap waktu dan bagi mahasiswa tingkat akhir pengertian menulis berkembang lagi menjadi kegiatan yang paling inti, yaitu menyusun skripsi atau tugas akhir. Bagi sastrawan menulis adalah kegiatan merangkai kata berisi diksi-diksi dan metafora yang indah sehingga menghasilkan sebuah karya sastra yang indah dan hikmah.
Dewasa ini minat siswa SMA cenderung menurun terhadap kegiatan menulis karya sastra, untuk itu perlu ditingkatkan agar mereka mampu untuk melestarikan menulis karya sastra tidak hanya sekadar menjadi hobi akan tetapi juga diharapkan mampu menjadi budaya yang inovatif. Siswa SMA sekarang ini lebih banyak memandang karya sastra hanya sebelah mata, jangankan menulis sebuah karya sastra, membacanya saja mereka tidak terlalu berminat. Jika bukan orang-orang yang memang sebenarnya dari awal mempunyai ketertarikan khusus terhadap karya sastra pastilah karya sastra itu dipandang tidak bernilai, padahal melalui sebuah karya sastra dapat banyak orang mampu menemukan ide-ide baru, informasi yang baru bahkan nilai-nilai yang sering dikesampingkan oleh masyarakat dapat diungkap dan dijadikan teladan atau pesan bagi individu masing-masing.
Melalui keadaan yang demikian perlu adanya suatu upaya ataupun pembaharuan agar masyarakat mampu lebih meningkatkan minatnya terhadap menulis karya sastra yang variatif tidak terkesan monoton karena bergenre tertentu saja, seperti novel atau cerpen-cerpen yang ditulis hanya monoton berjenis kisah percintaan remaja. Sebagai bangsa yang mempunyai sejarah sastrawan yang terkenal Indonesia harus mampu melestarikan menulis karya sastra sebagai budaya yang inovatif agar siswa SMA tidak lagi memandang sebelah mata terhadap sebuah karya sastra. Dalam artikel ini dibahas mengenai penyebab menurunnya minat siswa pada bidang menulis sastra, serta upaya meningkatkan minat siswa SMA pada bidang menulis sastra.

This entry was posted in

0 komentar :

Posting Komentar