Desir
angin mengurai jurai rambut gadis yang berparas ayu, Putri. Sudah cukup lama
jari-jari lentiknya berkutat pada helai senar gitar. Impian masa kecilnya untuk
bisa menguasai gitar kini perlahan terwujud. Cakra, lelaki yang amat disayanginya
memandangi sembari mengurai senyum manisnya. Hampir setengah jam Cakra
terpesona melihat paras Putri, gadis ini sangat gigih dalam berlatih.
Putri beranjak dan mengambil duduk
di sebelah Cakra. Menyandarkan kepalanya yang cukup pening karena belum
menguasai sepenuhnya bermain gitar. Diantara rinai hujan yang mulai berjatuhan
Putri merasakan kenyamanan dalam dirinya. Hawa sejuk membuatnya tenggelam dalam
pesona cinta. Perlahan kelopak matanya menutup. Dia tertidur.
****
“Cakra...Cakra!!!” gadis itu beberapa kali memanggil nama kekasihnya.
Namun Cakra hanya mengurai senyum manis seraya melambaikan tangan. Tetes-tetes
air mata berjuntai membasahi pelipis. “Kamu mau kemana?” hening, Cakra menahan
langkah sejenak, memutar badan.
“Pulang Put. Aku masih
menjagamu dari dunia yang berbeda. Walau aku sudah tak bernapas, namun cinta
kita kan terus bernapas. Cinta kita kan tetap abadi.”
“Ku mohon, jangan tinggalkan aku.
Aku masih butuh kamu, aku masih ingin bersamamu...” tangis Putri semakin
meluber. Dadanya terasa sesak. Kini dirinya hanya mematung melihat sosok yang
berarti itu melangkah meninggalkannya. Seorang diri.
****
“Put...Putri...bangun,
bangun sayang. Kamu baik-baik saja kan?” matanya terbelalak. Namun untuk
sementara waktu dia bisa bernapas lega.
“Kamu mimpi buruk?” seorang wanita
yang biasa dipanggilnya mama menampilkan wajah seriusnya. Putri hanya
menggeleng.
“Putri
ada di mana ma?”
“Kamu lupa? Ini rumah sakit.
Kamu sedang sakit infeksi lambung.” papar sang mama. Namun tak sedikit pun
Putri terkejut akan kabar penyakitnya. “Cakra...”
“Cakra baru saja pulang,
itu...” mamanya menunjuk ke arah buah-buahan dan buket bunga di meja samping
kanan tempat tidur Putri. “Dia menjaga kamu selama tiga hari sampai dia bolos
kuliah. Baru saja dia pamit untuk pulang
sebentar.” Putri hanya tersenyum hambar. Mamanya melangkahkan kaki keluar dan
menutup pintu kamar.
“Jadi aku hanya mimpi, syukurlah.” diraihnya
ponsel yang sedari tadi di atas meja. “Halo.”
“Iya, sayang. Kamu sudah siuman?
Syukurlah kalau begitu.” balas seorang lelaki di ponsel.
“Kamu
baik-baik aja kan?” Cakra mengernyitkan dahi.
“Lho,
sepertinya pertanyaan itu pantas buat aku yang menanyakan.” jawab Cakra dengan
seringai khasnya.
“Aku
serius. Tolong jawab dengan serius juga dong.”
“Aku
baik kok. Memang kenapa?”
“Kamu gak akan tinggalin aku kan?” sejenak hening. “Cakra!”
“Eh, iya. Aku gak akan tinggalin kamu. Aku akan selalu di sampingmu. Aku sayang
sama kamu. Tapi...”
“Tapi apa?”
“Tidak. Tapi aku harus ke
rumah temanku sekarang. Daaah...”
Tuttt...tuttt...
****
“Mama kenapa nangis? Ada apa ma?
JAWAB!” aku pun turut meneteskan air mata. Firasatku tak enak.
“Cakra...”
“Cakra
kenapa ma?”
“Dia kecelakaan dan gagar
otak.”
“Sekarang dia dirawat di kamar
nomor berapa? Putri ingin ke sana.” Putri langsung turun dari ranjangnya dan
mencopot semua infus yang melekat. “Sayang...Cakra di kamar jenazah.” lirih
mamanya.
0 komentar :
Posting Komentar