anggi_putri
Pada acara City Tour yang diadakan oleh Disbudparta (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Surabaya) para blogger diajak ke Museum Kanker sebagai penutup acara Mengenal Surabaya Lewat City Tour. Awalnya saya sudah ogah-ogahan menuju ke tempat tersebut. Apalagi 'embel-embel' kata museum bagi saya adalah tempat yang membosankan.
Setelah rangkaian acara yang cukup menarik seperti Menilik Rumah HOS Tjokroaminoto, ke Kampung Lawas Maspati dan melewati hotel Majapahit kami menuju tempat yang saya rasa jenuh. Tapi, dugaan saya salah.
Pada acara City Tour yang diadakan oleh Disbudparta (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Surabaya) para blogger diajak ke Museum Kanker sebagai penutup acara Mengenal Surabaya Lewat City Tour. Awalnya saya sudah ogah-ogahan menuju ke tempat tersebut. Apalagi 'embel-embel' kata museum bagi saya adalah tempat yang membosankan.
Setelah rangkaian acara yang cukup menarik seperti Menilik Rumah HOS Tjokroaminoto, ke Kampung Lawas Maspati dan melewati hotel Majapahit kami menuju tempat yang saya rasa jenuh. Tapi, dugaan saya salah.
Pertama turun bus, ada beberapa petugas museum yang menyambut kedatangan kami dengan amat ramah. Rupanya museum ini tidak seperti yang saya bayangkan. Kami melakukan semacam mengisi buku kehadiran terlebih dulu dan salah seorang dokter wanita memberikan semacam brosur kepada pengunjung wanita, khusunya.
Setelah itu, kami duduk di sebuah tempat semacam aula untuk mendapat pengarahan dari salah seorang dokter di sana. Baru saja saya duduk saya terdiam kemudian tercengang tak bisa berkata apa-apa. Di depan saya terdapat sebuah tulisan Mom, Please Don't DIE dengan gambar siluet wanita di sebelah kanan dan di sebelah kiri siluet seorang ayah yang menggandeng anaknya. Hanya dengan tulisan dan gambar itu, saya sudah bisa merasakan ada kesedihan di luaran sana yang begitu dahsyat.
Walpaper di Museum Kanker |
Pemahaman saya lebih terarah ketika dijelaskan bahwa memang di luar sana banyak perempuan yang menderita kanker, khususnya kanker serviks dan payudara. Di wallpaper tersebut juga ada angka yang menunjukkan kematian perempuan akibat kanker di tahun ini. Alat tersebut juga sudah terhubung dengan WHO dan diupdate setiap detik. Dan benar saja, ketika saya masuk angka kematian adalah 53.808 dan ketika ada penjelasan angka itu berubah 53.813 dan ketika kami pulang angka itu sudah mencapai 53.816. Saya sangat miris bahkan kami berada di sana hanya sekitar 20 menit. Lantas, berapa angka kematian tersebut hari ini? Saya tak bisa membayangkannya.
Setelah foto bersama kami berkeliling dan diberitahu cara mendeteksi kanker payudara untuk usia remaja, khususnya sedang tidak menyusui. Caranya mudah tapi banyak masyarakat awam itu belum mengetahuiinya.
- Berdiri di depan cermin, lihat apakah kedua payudara simetris atau tidak
- Lihat puting susu apakah tenggelam ke dalam atau tidak. Lakukan tekanan hingga ke tulang dada. Sel kanker berupa benjolan seperti bola bekel. Kemudian pencet puting apakah keluar cairan apa tidak (bagi non busui)
- Lihat apakah kulit payudara seperti kulit jeruk (kusut) atau tidak
- Lakukan pemeriksaan jika terdaapat benjolan.
NB: Cara pendeteksian dilakukan 10 hari setelah menstruasi yaitu ketika hormon stabil. Tanda-tanda di atas tidak hanya positif satu tanda, melainkan ada hal-hal lain yang terkait.
Demikianlah perjalanan ke museum kanker yang menakjubkan. Selain itu kami bisa mencoba memeriksa kanker payudara dengan objek sintetis yang disediakan di sana. Juga ada beberapa artefak kanker payudara dan kanker serviks untuk dipelajari.
Wah. Saya baru tahu ada museum kanker, menarik mbak infonya.
BalasHapusIya, ada di Surabaya :)
BalasHapuswah menarik nih, ntr pas mudik Sby ke san ah, moga2 buka pas musim2 lebaran hehe
BalasHapuskeluargahamsa.com
wah orang Surabaya ternyata :)
HapusAku belum pernah ke sini. Semoga ada kesempatan
BalasHapusDeket kok mba, kalau dari kost-ku sih hehe
BalasHapusjadi penasaran untuk bisa ke museum kanker ini.
BalasHapustipsnya bermanfaat sekali mbak
trima kasih bnyak utk informasinya ya, mbak ^_^
Iya datang saja di jalan kayun surabaya. Museum kanker ini ramah-ramah kok dokternya, hehe
BalasHapusSama-sama mba Rohmah :)