anggi_putri
Revisi Tulisanmu! |
Revisi atau Tidak Sama Sekali!—Di dalam dunia menulis,
revisi merupakan hal yang tidak bisa diabaikan. Untuk bisa menciptakan tulisan
yang bagus, jangan pernah lelah untuk melakukan revisi. Penulis yang baik
adalah penulis yang tidak takut untuk merevisi tulisannya yang bahkan sudah
selesai.
Namun, seperti apa sih
kegiatan merevisi itu? Apa bedanya revisi dengan mengedit? Dalam dictionary.com
menyebutkan definisi revisi adalah: to alter something already written
or printed, in order to make corrections, improve, or update: to revise a
manuscript.
Merevisi maksudnya mengubah sesuatu yang telah ditulis atau
dicetak, dalam rangka untuk melakukan koreksi, memperbaiki, atau memperbarui.
Editing merupakan bagian dari revisi, tapi editing tidak sampai mengubah
substansi dari sebuah tulisan, sedangkan merevisi itu kadang harus menulis
ulang sebuah tulisan yang sudah jadi!
Baca juga: 8 Cara Memperbaiki Tulisan
Seperti ketika menulis
puisi, misalnya, tentu kita sering menganggap bahwa puisi adalah sesuatu yang
sakral, yang tidak boleh kita ubah sama sekali. Kalau puisi itu kita revisi,
kita merasa berdosa sekali, dan puisi itu kita anggap sudah tidak suci lagi.
Padahal, untuk membuat puisi yang bagus pun kita harus tetap melakukan revisi.
Puisi bukan kitab suci, jadi jangan takut untuk merevisi demi mendapatkan hasil
yang berkualitas.
Sebagai contoh, saya
pernah menulis puisi seperti ini:
Adakah yang lebih pahit
dari duri yang tertancap dalam sanubari? Adakah yang lebih duri dari kalimat caci yang meluncur dari
bibir seorang kekasih ketika kita sedang bersedih?
Kata tertancap di
puisi tersebut dikritik oleh teman saya yang kebetulan adalah seorang penyair.
Teman saya itu memberi saran agar kata tertancap diganti
dengan kata menancap, demi mendapatkan efek psikologis pembaca. Karena
kata tertancap memiliki arti ketidaksengajaan sedang menancap artinya sedang
terjadi. Setelah itu, saya pun merevisi puisi tersebut menjadi seperti ini: Adakah
yang lebih pahit dari duri yang menancap di dalam sanubari? Begitulah.
Jika kita ingin membuat efek tulisan yang bagus, revisi adalah jalan yang tak
boleh kita lupakan.
Baca juga: 30 Kiat Menulis Puisi
Salah
satu proses revisi yaitu kita harus membaca ulang karya yang sudah jadi.
Setelah draft pertama sudah jadi, baca ulang lagi dari halaman awal.
Dalam proses pembacaan ulang ini kita bukan
hanya akan menemukan salah ketik
(typo) dan semacamnya, melainkan kita juga bisa mempelajari kembali karakter tokoh
yang sudah diciptakan dan plot yang sudah dikembangkan.
Apakah tokoh yang diciptakan sudah oke
penggarapannya? Apakah plot yang dikembangkan sudah baik? Jika jawabannya
belum, jalan terbaik adalah merevisinya sampai segalanya menjadi baik dan
sesuai rencana.
Dalam proses pembacaan ulang ini kamu juga bisa
mengganti semua kalimat dan adegan yang menurutmu klise (mainstream).
Tentu, pembacaan ulang itu sebaiknya jangan dilakukan
hanya sekali, tetapi berkali-kali. Membosankan? Tentu saja. Tapi, mau bagaimana
lagi? Semua itu harus dilakukan.
Jika proses pembacaan ulang sudah selesai,
simpan dulu karya tersebut dan jalanilah hidup ini dengan tenang. :D Jangan membaca
ulang terus-menerus dalam waktu yang sama. Itu tidak baik. Rasa bosan akan
membuatmu tidak peka. Pembacaan ulang berikutnya bisa dilakukan pada hari
berikutnya atau beberapa hari berikutnya.
Setelah sudah melakukan beberapa perubahan di
sana-sini, dan kamu merasa sudah oke, langkah berikutnya adalah meminta
pendapat teman. Carilah teman yang menurutmu bisa memberikan pendapatnya secara
netral, objektif dan proporsional.
Baca juga: 5 Jenis Paragraf Pembuka
Setelah
temanmu memberikan pendapat, catat pendapatnya yang menurutmu masuk akal dan
abaikan pendapatnya yang menurutmu tidak sesuai. Kemudian, revisilah tulisan
kamu sesuai dengan pendapat tersebut.
Setelah semuanya sudah kamu lakukan, baca ulang
lagi, lagi, dan lagi, sampai kamu merasa bosan. Hahaha. Bercanda. Intinya,
jangan malas untuk merevisi tulisanmu. Semua ini demi kebaikan tulisan kamu
juga. Itu artinya juga demi kebaikanmu juga. Percaya, deh!
Nice sharing mba..
BalasHapusWww.tamasyaku.com
iya, makasih
HapusSebetulnya editor terbaik adalah diri kita sendiri. Karena saya pernah mengkurasi tulisan seseorang, eh dianya marah-marah karena katanya banyak yang saya cut. Lha memang penggunaan kata-katanya sangat boros. Jadi dilema :')
BalasHapusIya yang lebih enak itu koreksi tulisan sendiri sebelum dikoreksi orang lain. Itu bener kok Mba, dan saat menerima saran harus berlapang dada untuk memperbaikinya lagi.
HapusSaya juga menerapkan revisi, cuma buat blog agak susah ya. Soalnya kalau habis nulis langsung dibaca ulang -- biasanya ya ngga ada yang direvisi. Harus ditunggu 1-2 hari, ngerjain yang lain dulu baru deh kepikiran revisi.
BalasHapusKalau saya sih nggak langsung di blog tapi di Ms.word setelah fix dipindah di blog buat diposting. Mungkin setiap orang memiliki caranya masing-masing :)
HapusWah... bagus banget mbak Anggi. Kata-kata yang aku ingat ini. "Bosan membuatmu menjadi tidak peka." ^_^
BalasHapusSip, jempol semua deh.... :D
Iya, makasih Mba :) semoga bermanfaat.
HapusSetuju bangeeeet. Penulis (penulis apa pun) jangan sampe kena penyakit malas merevisi. :)
BalasHapusIya, benar sekali :)
Hapus