A. Pendahuluan
Proses
komunikasi merupakan kebutuhan manusia, baik komunikasi berbentuk lisan maupun
tulisan. Komunikasi dan bahasa merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan
interaksi yang dilakukan terhadap lingkungannya, hal tersebut dilakukan untuk
menyampaikan gagasan, ide, pesan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan
interaksi.
Chaer (2010:11) Fungsi
utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi yang hanya
dimiliki manusia. Di dalam kehidupannya bermasyarakat, sebenarnya manusia dapat
juga menggunakan alat komunikasi lain selain bahasa. Namun, tampaknya bahasa
merupakan alat komunikasi yang paling baik, paling sempurna, dibandingkan
dengan alat komunikasi lain.
Masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat yang bilingual atau dwibahasa, yaitu masyarakat
yang menggunakan dua bahasa dalam berkomunikasi. Dalam proses komunikasi
masyarakat Indonesia menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional selain
bahasa daerah masing-masing. Kedua bahasa tersebut kadang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari secara bersamaan, baik secara lisan maupun tulis. Situasi
semacam ini memungkinkan terjadinya kontak bahasa yang saling memengaruhi.
Saling pengaruh itu dapat dilihat pada pemakaian bahasa Indonesia yang disisipi
oleh kosa kata bahasa daerah atau sebaliknya. Adanya penyimpangan bahasa dapat
mengakibatkan terjadinya kontak bahasa yang merupakan gejala awal interferensi.
Hubungan yang
terjadi antara kedwibahasaan dan interferensi sangat erat terjadi. Hal ini
dapat dilihat pada kenyataan pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Karena hal ini menyangkut kepentingan individu penutur ataupun
lawan tutur di saat kondisi bahasa kedua harus digunakan. Situasi
kebahasaan masyarakat tutur bahasa Indonesia sekurang-kurangnya ditandai dengan
pemakaian dua bahasa, yaitu bahasa daerah sebagai bahasa ibu dan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional.
Penutur bilingual tidak hanya
dapat dilakukan dalam percakapan lisan, tetapi
juga dilakukan dalam tulisan, khususnya di media massa. Media massa yang sangat
dekat dengan masyarakat yaitu koran. Sehingga sangat mungkin masyarakat
melakukan interferensi saat menulis opini yang dikirim ke suatu media. Interferensi merupakan fenomena penyimpangan kaidah kebahasaan
yang terjadi akibat seseorang menguasai dua bahasa atau lebih.
B.
Interferensi Morfologis
Interferensi merupakan proses masuknya
unsur serapan ke dalam bahasa lain yang bersifat melanggar kaidah gramatika
bahasa yang menyerap. Mengenai
pengertian interferensi secara komprehensif. Berikut pernyataan beberapa
pakar membatasi pengertian
interferensi.
Kridalaksana
(1985:26) Interferensi adalah penyimpangan kaidah-kaidah suatu bahasa yang
terjadi pada orang bilingual sebagai akibat penguasaan dua bahasa. Penyebab
interferensi yang lain adalah kurangnya penguasaan kaidah kebahasaan secara
benar.
Alwasilah (1985:131) Interferensi merupakan
kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan
(ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi,
tata bahasa, dan kosakata.
Soewito (dalam Chaer, 2010:126) menyatakan bahwa “Interferensi
dalam bahasa Indonesia berlaku bolak-balik, artinya unsur bahasa daerah bisa
memasuki bahasa Indonesia dan bahasa Indonesia banyak memasuki bahasa-bahasa
daerah”.
Kekeliruan
pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata berdampak pada gangguan atau
penyimpangan pada sistem fonemik bahasa penerima.
Berdasarkan
beberapa pendapat para ahli di atas dapat ditarik simpulan bahwa
interferensi merupakan peristiwa berbahasa yang dilakukan oleh seorang
bilingual dengan cara menggunakan suatu bahasa dengan memasukkan unsur-unsur
bahasa lain.
Interferensi morfologis dapat terjadi apabila dalam pembentukan
kata bahasa Indonesia menyerap unsur bahasa atau afiks lain, dalam hal ini
terjadinya penyerapan unsur bahasa Jawa ke dalam pembentukan kata bahasa
Indonesia. Persentuhan unsur kedua bahasa tersebut dapat menyebabkan perubahan
sistem bahasa yang bersangkutan. Misalnya kata yang berafiks bahasa daerah dan
berkata dasar bahasa Indonesia dan sebaliknya, namun struktur morfemisnya
mengikuti proses morfologis bahasa daerah atau sebaliknya. Dalam bahasa
Indonesia ada tiga unsur proses morfologis yaitu: proses pembubuhan afiks
(afiksasi), proses pengulangan (reduplikasi), proses pemajemukan (komposisi)
(Ramlan, 1985:51-82)
Baca juga Analisis Sosiolek Lagu Glorious
Proses morfologi dalam bahasa Indonesia seperti yang dikemukakan
oleh Ramlan (1985:63) yaitu berupa afiksasi, reduplikasi dan pemajemukan. Hal
tersebut sama dengan proses morfologi bahasa Jawa, sehingga tidak menutup
kemungkinan terjadi interferensi morfologi antara bahasa Jawa dan bahasa
Indonesia.
Menurut Suwito (1983:55) interferensi morfologi dapat terjadi
apabila dalam pembentukan kata suatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain.
Afiks suatu bahasa digunakan untuk membentuk kata dalam bahasa lain, Sedangkan
afiks adalah morfem imbuhan yang berupa awalan, akhiran, sisipan, serta
kombinasi afiks. Dengan kata lain afiks bisa memempati posisi depan, belakang,
tengah bahkan di antara morfem dasar (Ramlan, 1985:63).
Selain berupa penambahan afiks, gejala-gejala interferensi
morfologi dapat pula berupa reduplikasi, dan pemajemukan. Menurut Ramlan
(1985:63)
Berdasarkan proses morfologis bahasa Indonesia, pada penelitian ini
akan khusus membahas tentang interferensi morfologis bahasa Jawa yang berupa
afiksasi saja.
Interferensi morfologis dapat terjadi pada proses pembentukan
bentuk dasar bahasa Indonesia dengan pembubuhan afiks bahasa Jawa. Proses
pembubuhan afiks tersebut dinamakan afiksasi. Afiks adalah morfem
terikat yang berupa awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks) dan
kombinasi afiks (konfiks)(Agustien dkk, 1999:15). Pada penelitian ini
ditemukanadanya interferensi yang terjadi karena adanya proses afiksasi yang
meliputi pelesapan awalan, penambahan bentuk awalan, penambahan bentuk akhiran,
pertukaran bentuk awalan, dan pertukaran bentuk akhiran. Sedangkan proses
afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada suatu satuan, baik satuan itu
berbentuk tunggal atau kompleks (Ramlan: 1985:49).
C. Interferensi
Morfologis Bahasa Jawa dalam Bahasa Indonesia pada Rubrik ‘Piye Jal?’ Harian
Suara Merdeka
1. Interferensi
Morfologis
1.1. Pertukaran Sufiks
Dalam interferensi morfologis terdapat
pertukaran sufiks –N bahasa Jawa dengan sufiks –nya bahasa Indonesia. Interferensi
tersebut dapat dilihat pada data berikut.
(1)
Soal pangan misale, tak hanya warga yang belanja untuk konsumsi
sendiri. (PY/25 Mei 15)
(2) Jumlah pedagange
sekitar 4.850. (PY/25 Mei
15)
Kata misale dan pedagangnya dalam
konteks kalimat di atas merupakan kata dasar bahasa Indonesia yang
terinterferensi oleh akhiran –e bahasa
Jawa. Dalam tuturan di atas kata-kata tersebut tidak perlu lagi
diberi imbuhan –e. Kata misale dan pedagange mendapat
pengaruh unsur bahasa Jawa yang dipindahkan dalam bahasa Indonesia, apabila
kata tersebut digunakan dalam kalimat berbahasa Indonesia sebaiknya diganti
dengan kata yang sepadan atau sufiks –e tersebut dihilangkan. Sehingga kata bercetak miring di atas dapat
diganti atau dipadankan dengan kata dalam bahasa Indonesia yaitu misalnya dan pedagang.
1.2. Pelesapan Afiks yang Utuh
Pada makalah ini ditemukan
adanya interferensi morfologis yang berupa pelesapan afiks yang utuh. Adanya
penghapusan atau pelesapan afiks unsur yang trinterferensi terjadi akibat
kebiasaan penutur dalam berbahasa ibu. Berikut
merupakan contoh tuturan yang berupa pelesapan afiks yang utuh:
(1) Pak Direktur PDAM Purwodadi, saya punya pertanyaan
yang harus dijawab. Kapan air di sebelah timur perempatan Tuku lancar? sudah
bayar mahal tapi airnya macet terus. (081325xxx)(PY/ 13/ 4 Okt 06)
Bentuk kata yang ditulis miring di atas
merupakan kata dasar bahasa Indonesia. Bentuk kata punya telah mengalami
interferensi yaitu berupa penghapusan awalan baik di awal maupun akhir kata.
Pada konteks bahasa Indonesia kata punya seharusnya mendapat afiks meng-
i. Kata punya tersebut telah terpengaruh oleh struktur bahasa Jawa,
dapat dilihat pada contoh kata dalam bahasa Jawa yang memang tidak mendapat
afiks yaitu Aku duwe tas anyar.
1.3. Pemakaian prefiks Nasal N- Bahasa
Jawa
Pada makalah ini diketahui bahwa prefiks N- sering
digunakan oleh penutur Jawa saat menggunakan bahasa Indonesia.
Penambahan prefiks nasal N-pada kata dasar bahasa Indonesia
dapat mengakibatkan interferensi bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia.
Pemakaian prefiks N- pada tuturan yang ada dalam makalah ini
merupakan prefiks bahasa Jawa sebagai pengganti bentuk prefiks bahasa Indonesia
yaitu meng-. Pemakaian prefiks nasal N- bahasa Jawa dapat
terjadi karena kebiasaan penutur dalam melafalkan kata kerja bahasa Jawa pada
saat berbicara menggunakan bahasa Indonesia.
Fungsi prefiks N- sebagian besar membentuk kata kerja.
Pada makalah ini ditemukan adanya
pemakaian prefik N- yang merupakan bentuk nasalisasi bahasa Jawa
dapat dilihat pada tuturan berikut:
(1) Bapak kapolres kab
Semarang, mohon menempatkan petugas di depan kantor Polres, karena personel
Anda & tamu sering seenaknya kalau nyebrang (08122887xxx)(PY/12/4 okt
06)
(2) Mengapa pohon mahoni di
kanan kiri jalan kuwu-Doro ditebang, tanpa ada rencana peremajaan? itukan
Aset Pemdes Kuwu, kok oknum perangkat desa yang ngatur.
Apakah 28 batang semua untuk jembatan darurat. (081326165xxx)(PY/2/11 Sept 06).
Dalam kaidah bahasa Indonesia, tidak terdapat pembentukan kata yang
mendapat prefiks N- pada
kata dasar seperti data di atas. Berdasarkan analisis di atas dapat diketahui
bahwa kaidah pembentukan kata bahasa Jawa yaitu dengan
penambahan prefiks N- sedangkan pembentukan kata bahasa
Indonesia digunakan penambahan prefiks meng-. Bentukan kata
seperti nyeberang dan ngatur merupakan
kebiasaan penutur bahasa Jawa yang melafalkan bentuk kata kerja bahasa Jawa. Kata nyeberang,
ngatur, di atas
merupakan kata dasar bahasa Indonesia yang mendapat awalan N- bahasa
Jawa. Kata tersebut dalam bahasa Indonesia adalah menyeberang dan mengatur.
D. Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan penulis tentang Interferensi Morfologis
bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia pada kolom “Piye Jal?” Harian Suara Merdeka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1.
Pada kolom “Piye Jal?” Harian
Suara Merdeka ditemukan adanya bentuk interferensi yaitu interferensi morfologis
yaitu, yang berupa afiksasi.
2.
Bentuk interferensi morfologis berupa afiksasi yang ditemukan
meliputi pertukaran sufiks, pelesapan afiks yang utuh dan pemakaian prefiks –N bahasa Jawa.
E. Daftar
Pustaka
Agustien, dkk. 1999. Buku
Pintar Bahasa dan Sastra Indonesia. Semarang:
CV. Aneka Ilmu
Alwasilah, A. Chaedar.
1985. Beberapa Madhab dan dikotomi Teori Linguistik. Bandung:
Angkasa.
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie
2010. Sosiolinguistik. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Chaer, Abdul.
2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta
____________.2007. Linguistik
Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Ramlan, M. 1987. Morfologi:
Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV. Karyono.
Suwito. 1983. Sosiolinguistik.
Surakarta: UNS Press
Jendra. I Wayan.
1991. Dasar-Dasar Sosiolinguistik. Denpasar: Ikayana.
Kridalaksana, Harimurti.
1985. Tata Bahasa Deskripsi Bahasa Indonesia: Sintaksis. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
0 komentar :
Posting Komentar