Mbak, dulunya pernah mimpi menjadi seorang pembicara atau pemateri di acara sastra?
Tentu jawaban saya TIDAK PERNAH. Asal tahu saja, dulunya saya
adalah orang introvert, jarang keluar rumah kalau dirasa nggak penting atau
justru dapat memotong waktu saya secara sia-sia. Yup, akhirnya para tetangga
bergunjing "Anggi tuh nggak pernah keluar rumah ya, pasti dia nggak punya
temen, pasti dia males, palingan dia nggak bisa sosialisasi sama orang"
Hemm…
Hal itu membuat saya agak ‘bergejolak’ juga. Sebenarnya kalau
dibilang nggak punya temen, temen saya tuh banyak bahkan di tiap kota
insyaAllah ada. Mereka saya dapat karena sering kopdar penulis di berbagai
kota. Hasil ikut acara-acara kepenulisan juga.
Simpelnya begini, tetangga saya memang tahunya pas saya di
rumah dan mereka nggak pernah tahu pas saya keluar rumah. Karena kalau keluar
rumah saya selalu keluar kota dan which is mereka jelas nggak ada yang
memata-matai saya, hehe…
Namun untuk menjadi speakers saya tak pernah bermimpi untuk
itu. Tapi seneng aja lihat orang yang bisa ngomong di hadapan orang banyak.
Suka lihat mereka kok bisa menjawab pertanyaan apapun yang dilontarkan para
audiens. Hebat ya mereka.
Pikiran itu muncul dan membuat saya pernah ikut kursus public
speakers via online dan itu berbayar. Namun nasib saya tak semujur yang saya
harapkan. Saya malah ditipu program tersebut yang tak kunjung memulai program
sebelum akhirnya orang yang mengadakan program menghilang entah ke planet mana.
Selanjutnya saya ditawari menjadi narasumber untuk bedah buku
saya, dan akhirnya saya pun cukup belajar bagaimana berbicara di hadapan orang
dan saat itu semua pertanyaan bisa saya jawab karena saya penulis dari buku
yang dibedah, tentu saja cukup mudah menjawabnya.
Berjalan waktu… saya ditawari sebuah acara yang terlalu besar
bagi saya ketika saya menginjak semester 3. Ya, saya diminta mengisi workshopSastra dalam Lokalitas di UNISBA (Universitas Islam Balitar). Ini merupakan
pengalaman saya mengisi acara di kampus orang lain dan banyak yang mengira saya
sudah S2. WHOHOO…
Mbak S2 dimana, kok enak banget jawab pertanyaan peserta dan materinya selalu ada sumber rujukan dan hafal pendapat-pendapat sastrawan?
Ya, itu mungkin hasil dari MEMBACA. Yang jelas hobi membaca
itu kini ada manfaatnya, bukan berarti saya sudah S-2, saya semester 3, jawab
saya. Sontak ketua panitia tersebut yang memang beliau background-nya awal
semester S-2 kaget. Lho, masa Mba? Semester 3 itu kan termasuk Maba (Mahasiswa
Baru).
Saya hanya senyumin Mas-Mas tersebut.
Kesempatan lainnya datang dari SMA saya dulu yang akan
mengadakan bedah buku dan langsung menawari saya untuk mengisi acara tersebut.
ANGIN KEMBARA adalah buku saya yang akan dibedah waktu itu. Saya kira acaranya
layaknya bedah buku biasanya lesehan, atau kursi yang dijejer sejajar. Dan wow…
saya kaget pas hari H kalau penuh sesak satu aula.
Mas ini berapa pesertanya? tanya saya ke panitia.
200-an Mbak, lebih kayaknya ada yang tidak kebagian kursi dan masih kami usahakan.
Langsunglah saya deg-degan, apa bisa saya menghadapi orang
sebanyak ini? Awal yang di UNISBA hanya 70-an orang dan di sini berlipat-lipat.
Apakah saya bisa? Mencoba meyakinkan diri sendiri untuk santai saja itu agak
susah ternyata. Dan sekaranglah terungkap yang beberapa kali bertanya ke saya
apakah pernah deg-degan. Tentu pernah, saya juga manusia…
Awal memang agak tidak enak tapi menit selanjutnya mulai
menguasai keadaan dan mulai enjoy untuk terus berbicara. Lega deh rasanya.
Nah, kembali tahun ini SMAN Mojoagung kembali menggelar acara
serupa. Bedanya kali ini ada musikalisasi dari sastrawan Mojokerto Akhmad
Fatoni dan penulis Madi Ar-ranim. Kali ini juga dengan jumlah 200-an peserta.
Dengan dimoderatori Agung, junior pramuka saya. Acara kali
ini mengaitkan antara literasi dan prestasi. Apakah keterkitan literasi dan
prestasi, bisakah berliterasi dan prestasi dilakukan salah satunya saja atau
bagaimana cara mudah menyatukan kedua komponen tersebut. Bonus kiat-kiat
menulis yang bisa mengalir itu semacam apa. Semua dikupas tuntas setajam silet,
hihi…
Swafoto bareng Moderator |
Moderator juga membuat ulah yang membuat saya agak kaget,
yaitu berkolaborasi musikalisasi puisi dadakan. Ah, yang benar saja… karena
sudah sering akhirnya bisa juga melewati rintangan ini.
Selain kegiatan di atas, saya juga pernah jadi pembicara di
Terminal Sastra Mojokerto, Malam Puisi Sidoarjo, bedah buku di kampus, workshop
menulis puisi di Mojowarno, juga acara-acara lain.
Memang semuanya dilakukan secara otodidak. Saya nggak jadi
ikut kursus lho. Dan kita harus trial and error dulu sebelum akhirnya mengalami
fase terbiasa, fase enjoy, fase menguasai materi pembicaraan dan lain
sebagainya.
Mencoba adalah hal lebih baik daripada tidak mencobanya sama sekali.
Aih senangnya jadi pembicara acara-acara sastra. Memang betul ya, mau jadi apa pun sebenarnya mudah asal kita rajin membaca dan nggak takut untuk coba-coba hal baru. Sukses Mbak Anggi :)
BalasHapusiya makasih sukses juga buat kamu. Semangat mencoba hal baru
Hapus