Selasa, 14 November 2017

Pengalaman Jadi Pembicara di Acara Sastra



Mbak, dulunya pernah mimpi menjadi seorang pembicara atau pemateri di acara sastra?

Tentu jawaban saya TIDAK PERNAH. Asal tahu saja, dulunya saya adalah orang introvert, jarang keluar rumah kalau dirasa nggak penting atau justru dapat memotong waktu saya secara sia-sia. Yup, akhirnya para tetangga bergunjing "Anggi tuh nggak pernah keluar rumah ya, pasti dia nggak punya temen, pasti dia males, palingan dia nggak bisa sosialisasi sama orang"

Hemm…

Hal itu membuat saya agak ‘bergejolak’ juga. Sebenarnya kalau dibilang nggak punya temen, temen saya tuh banyak bahkan di tiap kota insyaAllah ada. Mereka saya dapat karena sering kopdar penulis di berbagai kota. Hasil ikut acara-acara kepenulisan juga.
Simpelnya begini, tetangga saya memang tahunya pas saya di rumah dan mereka nggak pernah tahu pas saya keluar rumah. Karena kalau keluar rumah saya selalu keluar kota dan which is mereka jelas nggak ada yang memata-matai saya, hehe…

Namun untuk menjadi speakers saya tak pernah bermimpi untuk itu. Tapi seneng aja lihat orang yang bisa ngomong di hadapan orang banyak. Suka lihat mereka kok bisa menjawab pertanyaan apapun yang dilontarkan para audiens. Hebat ya mereka.

Pikiran itu muncul dan membuat saya pernah ikut kursus public speakers via online dan itu berbayar. Namun nasib saya tak semujur yang saya harapkan. Saya malah ditipu program tersebut yang tak kunjung memulai program sebelum akhirnya orang yang mengadakan program menghilang entah ke planet mana.

Selanjutnya saya ditawari menjadi narasumber untuk bedah buku saya, dan akhirnya saya pun cukup belajar bagaimana berbicara di hadapan orang dan saat itu semua pertanyaan bisa saya jawab karena saya penulis dari buku yang dibedah, tentu saja cukup mudah menjawabnya.

Berjalan waktu… saya ditawari sebuah acara yang terlalu besar bagi saya ketika saya menginjak semester 3. Ya, saya diminta mengisi workshopSastra dalam Lokalitas di UNISBA (Universitas Islam Balitar). Ini merupakan pengalaman saya mengisi acara di kampus orang lain dan banyak yang mengira saya sudah S2. WHOHOO…

Mbak S2 dimana, kok enak banget jawab pertanyaan peserta dan materinya selalu ada sumber rujukan dan hafal pendapat-pendapat sastrawan?

Ya, itu mungkin hasil dari MEMBACA. Yang jelas hobi membaca itu kini ada manfaatnya, bukan berarti saya sudah S-2, saya semester 3, jawab saya. Sontak ketua panitia tersebut yang memang beliau background-nya awal semester S-2 kaget. Lho, masa Mba? Semester 3 itu kan termasuk Maba (Mahasiswa Baru).

Saya hanya senyumin Mas-Mas tersebut.

Kesempatan lainnya datang dari SMA saya dulu yang akan mengadakan bedah buku dan langsung menawari saya untuk mengisi acara tersebut. ANGIN KEMBARA adalah buku saya yang akan dibedah waktu itu. Saya kira acaranya layaknya bedah buku biasanya lesehan, atau kursi yang dijejer sejajar. Dan wow… saya kaget pas hari H kalau penuh sesak satu aula.

Mas ini berapa pesertanya? tanya saya ke panitia.
200-an Mbak, lebih kayaknya ada yang tidak kebagian kursi dan masih kami usahakan.

Langsunglah saya deg-degan, apa bisa saya menghadapi orang sebanyak ini? Awal yang di UNISBA hanya 70-an orang dan di sini berlipat-lipat. Apakah saya bisa? Mencoba meyakinkan diri sendiri untuk santai saja itu agak susah ternyata. Dan sekaranglah terungkap yang beberapa kali bertanya ke saya apakah pernah deg-degan. Tentu pernah, saya juga manusia…

Awal memang agak tidak enak tapi menit selanjutnya mulai menguasai keadaan dan mulai enjoy untuk terus berbicara. Lega deh rasanya.

Nah, kembali tahun ini SMAN Mojoagung kembali menggelar acara serupa. Bedanya kali ini ada musikalisasi dari sastrawan Mojokerto Akhmad Fatoni dan penulis Madi Ar-ranim. Kali ini juga dengan jumlah 200-an peserta.

Dengan dimoderatori Agung, junior pramuka saya. Acara kali ini mengaitkan antara literasi dan prestasi. Apakah keterkitan literasi dan prestasi, bisakah berliterasi dan prestasi dilakukan salah satunya saja atau bagaimana cara mudah menyatukan kedua komponen tersebut. Bonus kiat-kiat menulis yang bisa mengalir itu semacam apa. Semua dikupas tuntas setajam silet, hihi…
Swafoto bareng Moderator

Moderator juga membuat ulah yang membuat saya agak kaget, yaitu berkolaborasi musikalisasi puisi dadakan. Ah, yang benar saja… karena sudah sering akhirnya bisa juga melewati rintangan ini.

Selain kegiatan di atas, saya juga pernah jadi pembicara di Terminal Sastra Mojokerto, Malam Puisi Sidoarjo, bedah buku di kampus, workshop menulis puisi di Mojowarno, juga acara-acara lain.

Memang semuanya dilakukan secara otodidak. Saya nggak jadi ikut kursus lho. Dan kita harus trial and error dulu sebelum akhirnya mengalami fase terbiasa, fase enjoy, fase menguasai materi pembicaraan dan lain sebagainya.


Mencoba adalah hal lebih baik daripada tidak mencobanya sama sekali.

2 komentar :

  1. Aih senangnya jadi pembicara acara-acara sastra. Memang betul ya, mau jadi apa pun sebenarnya mudah asal kita rajin membaca dan nggak takut untuk coba-coba hal baru. Sukses Mbak Anggi :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya makasih sukses juga buat kamu. Semangat mencoba hal baru

      Hapus