MAKALAH SEJARAH SASTRA
ANGKATAN MASA JEPANG
Periode 1942-1945
Disusun oleh:
1. Anggi
Putri Winarti (14610033)
2. Dyah
Ayu Permatasari (14620005)
3. Nisa’ul
Fadhilah (14610019)
4. Kolekta
Dewi Satri (14610016)
5. Merza
Carolina (14610025)
UNIVERSITAS WIJAYA
KUSUMA
2014-2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita panjaatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena karunia, rahmat, serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Karya Sastra Angkatan Masa Jepang” untuk memenuhi tugas
mata kuliah Sejarah Sastra.
Makalah ini juga untuk menambah tingkat
apresiasi terhadap sejarah, salah satunya yaitu Sejarah Sastra. Kami menyadari
sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat kekurangan, khususnya
menyangkut masalah pembahasan sastra angkatan Masa Jepang yang keseluruhannya
itu disebabkan oleh minimnya pengetahuan kami, maka dari itu saran dan kritik
sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.
Oleh sebab itu, segala tegur sapa demi penyempurnaan
makalah ini sangat kami nantikan. Demikian prakata dari kami sekian dan terima
kasih.
Surabaya, 17
Oktober 2014
Penulis
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Taufik Ismail dikenal sebagai penyair puisi-puisi
demonstrasi. Ia sendiri ikut aktif dalam demonstrasi mahasiswa untuk
menumbangkan Orde Lama. Puisi-puisinya yang terkenal pada masa itu adalah dalam
buku antologinya yang berjudul Tirani. Dalam buku tersebutlah terdapat puisi
yang berjudul “Kami Pemilik Sah Republik Ini” dan “Sebuah Jaket Berlumur
Darah”.
Kata tirani sendiri diambil dari bahasa Yunani yang
berarti model kekuasaan yang dipegang oleh satu penguasa yang tiran atau
semena-mena. Puisi dalam antologi tersebut sampai sekarang masih dikagumi oleh
masyarakat karena penggambaran kejadian dalam puisi tersebut sangat realita dan
sarat makna.
Taufik Ismail pun terkenal pada masanya hingga
sekarang namanya masih sering disebut sebagai sastrawan berpengaruh di
Indonesia. Dengan demikian, kami mengkaji puisi-puisi karya Taufik Ismail.
1.2.
Rumusan Masalah
1.2.1.
Apakah
ciri bahasa dan pemaknaan dalam puisi karya Taufik Ismail pada Angkatan Masa
Jepang?
1.2.2.
Apakah
tema dan persoalan puisi karya Taufik Ismail?
1.2.3. Bagaimana pengaruh dan cerminan dunia
nyata?
1.3.
Tujuan
1.3.1.
Untuk
mengetahui ciri bahasa dan pemaknaan karya sastra Taufik Ismail pada Angkatan
Masa Jepang.
1.3.2.
Untuk
mengetahui tema dan persoalan yang terdapat dalam karya sastra Taufik Ismail
pada Angkatan Masa Jepang.
1.3.3.
Untuk
mengetahui pengaruh dan cerminan dunia nyata yang terdapat pada karya sastra Taufik
Ismail Angkatan Masa Jepang.
BAB II
PEMBAHASAN
Kita adalah Pemilik Sah
Republik ini
Karya Taufik Ismail
Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur.
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran:
“Dulu tuanku”?
Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata kuyuh, yang
Di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan
Bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun
Hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan
hama
Dan bertanya-tanya diam inikah yang
namanya merdeka
Kita yang tak punya kepentingan dengan
Seribu selogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa.
Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harus
Berjalan terus.
Analisis:
1. Ciri bahasa dan pemaknaan dalam puisi “Kita adalah Pemilik Sah Republik
ini”
Ø Ciri bahasa: Menggunakan kalimat-kalimat pendek yang sederhana, terdapat kata
simbolis, namun sarat makna.
Ø Pemaknaan:
“Kita adalah Pemilik Sah Republik ini”
Judul
puisi memberi makna bahwa kita adalah masyarakat tanah air.
“Tidak ada lagi pilihan
lain. kita harus
berjalan terus”
Gelora semangat masyarakat untuk tetap berjuang tanpa kenal
lelah. Sehingga tidak ada pilihan lain selain melawan penjajah.
“Karena berhenti atau mundur berarti hancur.
Menyerah
tanpa berperang berarti merelakan untuk dihancurkan atau membiarkan untuk
dijajah.
“Apakah akan kita jual keyakinan kita dalam pengabdian tanpa harga”
Apakah kita menyerahkan harga diri untuk rela
dijajah.
“Akan maukah kita duduk
satu meja dengan para
pembunuh tahun lalu”
Sudihkah
kita berkumpul dengan para penjajah yang telah menindas tanah air kita.
“Dalam setiap kalimat yang berakhiran:“Dulu tuanku”?
Masyarakat
kita dijajah dengan cara pengabdian berupa kerja paksa terhadap penjajah.
“Tidak ada lagi pilihan lain.
Kita harus berjalan terus”
Penyair
memberi semangat kepada masyarakat untuk tetap berjuang tanpa kenal lelah.
Sehingga tidak ada pilihan lain selain melawan penjajah.
“Kita adalah manusia bermata kuyuh, yang di tepi jalan”
Penyair
menggambarkan masyarakat yang lelah menunggu datangnya kemerdekaan
“Mengacungkan tangan untuk
oplet dan bus yang penuh”
Masyarakat meminta
pertolongan kepada penjajah. Namun, tak ada perhatian sedikit pun dari
penjajah.
“Kita adalah berpuluh
juta yang bertahun hidup sengsara”
Sudah lama masyarakat negeri kita dijajah dan
menderita cukup lama.
“Dipukul banjir, gunung api, kutuk danhama”
Di antara kesengsaraan itu berupa bencana
“Dan bertanya-tanya diam inikah yang namanya merdeka”
Dalam
benak diri masyarakat timbul pertanyaan apakah kesengsaraan dan penindasan dapat disebut
kemerdekaan.
“Kita yang tak punya kepentingan dengan seribu selogan”
Seolah harapan dan keinginan
untuk merdeka hanya angin lalu, tak ada yang menghiraukan.
“Dan seribu pengeras suara
yang hampa”
Permintaan masyarakat tanpa makna dan tak ada timbal baliknya.
“Tidak ada lagi
pilihan lain. Kita harus berjalan terus”
Penyair
memberi semangat kepada masyarakat untuk tetap berjuang tanpa kenal lelah.
Sehingga tidak ada pilihan lain selain melawan penjajah.
2. Tema dan persoalan dalam puisi “Kitaadalah Pemilik Sah Republik ini”
Ø Tema: Perjuangan Bangsa atau Patriotisme
Ø Persoalan:
Puisi “Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini” merupakan puisi
patriotisme, dan semangat melawan penjajah. Puisi ini menceritakan keadaan
keadaan bangsa ketika dijajah. Bangsa kita dengan susah payah, meminta pertolongan hingga memutuskan
untuk berjalan maju yaitu melawan penjajah hanya sekadar mendapatkan
kemerdekaan yang telah lama diidam-idamkannya. Penjajah menjadikan masyarakat
Indonesia layaknya budak yang dipertuankan. Dengan asa yang tersisa, bangsa
Indonesia pun memilih berjuang dan terus berjuang dalam melawan penjajah yang
menindas kehormatan serta kepribadian bangsa.
3.
Pengaruh dan cerminan dunia nyata
dalam puisi “Kita adalah Pemilik Sah Republik ini”
Pada zaman itu,
masyarakat atau bangsa kita merasakan kesengsaraan dijajah dan memiliki
keinginan besar untuk terlepas dari cengkeraman penjajah yaitu sebuah
kemerdekaan. Sehingga dibutuhkan perjuangan yang keras untuk meraih sebuah
kemerdekaan itu sendri.
Sebuah Jaket Berlumur Darah
Karya Taufik Ismail
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah berbagi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan tersungkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ‘Selamat tinggal perjuangan’
Berikrar setia kepada tirani
Dan memakai baju kebesaran sang pelayan?
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang
Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
LANJUTKAN PERJUANGAN!
Analisis:
1. Ciri bahasa dan pemaknaan dalam puisi “Sebuah Jaket Berlumur Darah”
Ø
Ciri bahasa: Menggunakan kalimat-kalimat
pendek yang sederhana, menggunakan kata sebagai simbol dari sesuatu yang ingin
diungkapkan, namun sarat makna.
Ø Pemaknaan:
“Sebuah Jaket Berlumur Darah”
Menggambarkan sebuah penderitaan dan pengorbanan, yaitu perjuangan yang
berlumur darah pada ujungnya. Penyair memilih kata /jaket/ di sini menunjukkan sebuah identitas atau almamater dari
mahasiswa. Dan kata /darah/
mengindikasikan adanya perjuangan yang amat besar.
“Kami telah menatapmu
Telah berbagi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun”
Adanya rasa duka dan rasa sakit yang mendalam dan sudah lama tersimpan
serta bisa diartikan bahwa potret kejadian tersebut telah terjadi pada
tahun-tahun sebelumnya.
“Sebuah sungai membatasi kita”
Adanya pembatas atau hambatan dalam berjuang.
“Di bawah terik matahari Jakarta”
Mengindikasikan kejadian tersebut terjadi pada pagi atau siang hari di
kota Jakarta.
“Antara kebebasan dan penindasan”
Dalam hal ini penyair menyuguhkan dua kata yang berlawanan, sehingga
lebih tampak perjuangan yang sebenarnya.
“Berlapis senjata dan tersungkur baja”
Yang bisa memperkuat bahwa hambatan /sungai/
adalah orang-orang yang bersenjata dan bersangkur baja, yaitu aparat-aparat
kemanan dan kepolisian.
“Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ‘Selamat tinggal
perjuangan’
Berikrar setia kepada tirani
Dan memakai baju kebesaran sang pelayan?”
Jika kita mundur atau meninggalkan perjuangan ini, maka kita akan
menjadi pengecut karena selamanya dijajah oleh tirani dan ketidakadilan
kekuasaan.
“Spanduk kumal itu, ya spanduk itu”
Adanya spanduk-spanduk atau slogan-slogan dari para pejuang, yaitu
mahasiswa yang tersebar luas berisi kritik politik kekuasaan dan pemberantasan
ketidakadilan.
“Kami semua telah menatapmu”
Sebuah perjuangan dan pengorbanan yang benar-benar terlihat dengan
panca indera.
“Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang”
Menunjukkan simbol penghormatan tertinggi atas pejuang yang mengalami
kematian atau gugur dalam perjuangan.
“Pesan itu telah sampai kemana-mana”
Berita demonstrasi tersebut telah menyebar ke penjuru tanah air.
“Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan”
Menunjukkan bahwa penyair melihat kendaraan, abang beca, dan kuli-kuli
pelabuhan, sehingga lebih meyakinkan bahwa kejadian itu faktual dan disaksikan
oleh orang-orang tersebut.
“Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai
perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman”
Penyair mendengar teriakan-teriakan dan seruan untuk berjuang dengan
keras dan semangat.
“Mereka berkata
Semuanya berkata”
Penggunaan kata /kami/ dan /mereka/ merupakan simbol dari masyarakat
secara universal dari berbagai lapisan, karena penyair mungkin beranggapan
bahwa perjuangan milik dan hak semua orang.
“LANJUTKAN PERJUANGAN!”
Penggunaan huruf kapital mengindikasikan adanya penegasan dan
memperkuat statement perjuangan,
yaitu melanjutkan perjuangan dari pahlawan yang telah gugur, meskipun akan menghadapi
risiko dan halangan.
2. Tema dan persoalan dalam puisi “Sebuah Jaket Berlumur Darah”
Ø Tema: Perjuangan
Ø Persoalan:
Puisi “Sebuah Jaket Berlumur
Darah” termasuk puisi elegi karena mengungkapkan perasaan duka dan berisi
ratapan-ratapan penyair. Disini penyair menceritakan pengalamannya yang banyak
menemui rintangan dan hambatan dalam berjuang. Dari sajak inilah tampak sebuah
potret pengorbanan yang disampaikan penyair.
3. Pengaruh dan cerminan dunia nyata dalam
puisi “Sebuah Jaket Berlumur Darah”
Pada masa itu terjadi demonstrasi besar-besaran oleh mahasiswa yang
memperjuangkan negara dari ancaman penguasa tiran, yaitu PKI.
BAB III
KESIMPULAN
Dari kedua puisi karya Taufik Ismail
tersebut, menggunakan bahasa yang sederhana, padat tetapi sarat makna, sehingga
mampu menggambarkan dunia dalam kata.
Kedua puisi tersebut menggambarkan
perjuangan dan pengorbanan melawan penjajah, serta semangat untuk melanjutkan
perjuangan para pahlawan yang gugur di medan perang.
Dengan adanya puisi “Sebuah Jaket
Berlumur Darah” penyair berpesan untuk melanjutkan perjuangan dan jangan
menyerah untuk melawan penindasan dan kesewenangan oleh penguasa tiran.
Kebebasan dan kemakmuran rakyat itu harus diperjuangkan walaupun harus
mengorbankan diri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
http://monster007.blogdetik.com/analisis-unsur-fisik-dan-batin-puisi (12/10/2014)
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Taufiq_Ismail (14/102014)
0 komentar :
Posting Komentar