Rabu, 20 April 2022

Toxic Work Culture: Pengalaman Tercebur dalam Perusahaan Toxic

sumber: freepik


Holla! Kali ini aku bakal cerita sedikit mengenai kerja di perusahaan toxic. Mungkin kamu sering mendengar istilah ini. Stres di tempat kerja sebenarnya wajar-wajar aja, kok. Saat kamu merasa lelah dan butuh istirahat, ternyata target belum tercapai, dikejar deadline, harus kerja ekstra, client yang agak ‘rewel’, dan hal-hal lainnya yang terasa sedikit menjengkelkan bisa aja justru terjadi. Well, kalau nggak stres mungkin keberadaan kamu sebagai manusia harus dipertanyakan.


Memang pekerjaan apapun dan dimana pun gak lepas dari risiko tercebur dalam perusahaan yang toxic dan hanya bikin sakit hati. Meski begitu, memang banyak tempat kerja di luar sana yang budaya kerjanya sehat dan selalu memprioritaskan karyawannya.


Oke, sebenarnya aku tuh orangnya kurang suka dengan hal-hal yang monoton, menjalankan kehidupan yang sama setiap harinya kayaknya bukan aku banget deh. Tapi, semenjak awal pandemi aku pun memutuskan untuk bekerja sebagai full time content writer di sebuah start-up dengan ritme 9am to 5pm.


Aku tak ada masalah apapun dengan jenis pekerjaannya, karena memang aku punya skill menulis yang cukup bagus (pede dulu kan ya). Aku pun sudah berpengalaman nulis konten kurang lebih 4 tahunan sebelum masuk di perusahaan tersebut. Sehingga aku tak ada hal yang memberatkan dengan pekerjaan. 


Hingga suatu hari aku mengetahui budaya perusahaan yang tak sejalan denganku. Kamu tahulah, sekalinya masuk perusahaan, sulit untuk keluar dan cari kerja baru. Begitu tahu gimana rasanya dapat rekan kerja atau boss toxic, kita jadi takut kalau mau melamar kerja. Sayangnya, serajin apapun kamu meneliti pas cari kerja, yang namanya perusahaan toxic itu baru ketahuan kalau kamu sudah diterima! 


Penulis Hyacinth mengemukakan bahwa toxic work culture adalah akumulasi atau kumpulan dari banyak faktor, yang umumnya merupakan kombinasi kepemimpinan yang buruk dan individu yang melestarikan budaya tersebut. Toksisitas di tempat kerja itu mahal, karyawan yang tidak bahagia dapat merugikan perusahaan.


Sebelumnya, aku mau ngejelasin beberapa ciri perusahaan toxic yang perlu kamu tahu juga dan bisa diwaspadai ya. 


1. Lebih banyak kehidupan kerja daripada kehidupan pribadi



Ini hal yang pertama aku rasakan. Bahkan saat hari libur masih mengurusi pekerjaan, saat inilah aku merasa budaya perusahaan yang mulai gak sehat. Meski aku memang orang yang senang bekerja keras, tapi semakin lama aku merasa pekerjaan memotong waktu pribadi bahkan merusak kebahagiaan.


Bahkan ada satu titik di suatu weekend aku tidak tidur selama 2 hari karena banyak pikiran dalam otak dan menyebabkan migrain yang sangat panjang. Terkadang sampai menangis sendiri dengan rasa sesak dalam dada karena menyayangkan kehidupan yang habis dengan bekerja tanpa ada space buat diri sendiri. 


2. Tidak Berkembang



Seiring berjalannya waktu, aku merasa berjalan di tempat dalam waktu yang cukup lama. Tak ada potensi yang berkembang, tak ada peningkatan skill, merasa gak bersemangat setiap hari. Padahal harapan ketika masuk kerja ingin menjadi pribadi yang berkembang dari segi potensi, skill dan keterampilan. 


Inginnya ada ilmu baru yang akan didapat dari senior atau bos tapi nihil. Bahkan aku belajar semuanya dengan otodidak dan jika ingin nambah skill ya harus ambil kursus online dengan budget pribadi. 


3. Bos yang Kejam

Aku percaya, seseorang yang punya kekuasaan lebih besar belum tentu punya jiwa kepemimpinan yang baik. Jika atasan sering menuntut untuk selalu setuju dengannya dan memberi tahu bahwa ia benar serta mengharapkan orang lain untuk menjadi sempurna “it’s a big no no”


Selain itu tak ada apresiasi yang diberikan ketika sudah melakukan banyak pekerjaan bahkan melakukannya dalam waktu yang singkat. Meski hanya sekadar ucapan “terima kasih, kerjamu bagus” syukur-syukur kalau ada bonus tambahan itu menjadi setitik semangat untuk bisa bangun dan bekerja lagi di hari selanjutnya. Namun, semua itu tak ada.


4. Salary yang Gak Kompetitif


Sebuah pekerjaan itu dilakukan dengan profesional bukan seperti kerja bakti yang hanya dilakukan sukarela. Sehingga semua hal seharusnya ada perhitungannya karena hal tersbut pun masuk sebagai profit perusahaan.


Jika salary sudah tidak kompetitif, rasanya sedih banget sudah bekerja keras tanpa diapresiasi selayaknya. Mungkin kamu tahu gimana rasanya sudah lembur sampai malam tapi gak ada uang lembur dan sudah merangkap 3 jobdesk tanpa kompensasi sama sekali.


“Biasanya, karyawan dengan kinerja yang paling baiklah yang akan menjadi pionir untuk hengkang dari tempat kerja.”


Ini sudah dilakukan oleh temanku terlebih dulu. Hingga aku pun sadar, aku tak bisa bertahan lebih lama lagi di dalam gua gelap ini. Aku tak bisa selalu egois pada diri sendiri dan terus menyiksa mental sendiri. Aku yakin aku punya skill dan masih banyak orang di luar sana yang membutuhkanku dengan skill yang kumiliki. 


Memang  sangat sulit mengubah budaya di tempat kerja, meski sudah berusaha melawan energi negatif di tempat kerja ini, tapi aku memilih mundur. Sepertinya cukup di sini energiku habis untuk melawan semua energi negatif itu dan bersikap egois pada diri sendiri. 

Namun, in the end ada hikmah yaitu gak boleh sembarangan masuk perusahaan dan jika sudah tahu toxic harus secepatnya keluar jika memang banyak hal yang sulit dipertimbangkan, jangan buang waktumu di situ, Bestie.


Mungkin kamu yang baca punya pengalaman yang sama, aku doakan semoga kuat dan bisa mendapatkan hal yang lebih baik di hari esok ya. Terima kasih sudah membaca tulisanku mengenai perusahaan toxic yang pada akhirnya aku yang menyerah dan memilih untuk kembali menjadi freelance writer agar bisa bernapas sejenak. 

0 komentar :

Posting Komentar