Sebenarnya akhir-akhir ini aku sudah nggak posting cerpen, ff atau fts karena takut nggak ada yang baca. Tapi beberapa hari yang lalu, ada yang request cerpen untuk diposting. Akhirnya mulai ubek-ubek file lama untuk dijadwalkan posting deh. Semoga terhibur ya, ini adalah FF tahun 2014. :D Belum nulis yang baru, hihi :)
Happy reading guys!
-------
“Boleh gue tanya satu hal?”
Azka menyunggingkan senyum liciknya ketika mendengar pertanyaan Arga.
Arga melirik Rey yang berdiri dalam diam di belakang Azka. Laki-laki
itu sedang mengawasi gerak-gerik Azka. Rey sudah menyiapkan senapan di saku
belakangnya. Namun sampai kini belum ada tindakan yang diambilnya.
“Apa selama ini, setelah lo tau
bahwa gue adalah Azka yang asli, lo selalu mengawasi gue?” tanya Arga seraya
menatap tajam Azka.
“Tolol! Lo pikir gue akan
ngebiarin lo begitu saja, iya? Gue tentu saja harus memastikan kalau lo nggak
bersatu kembali sama kedua orangtua lo.” tukas Azka.
“Pertanyaan kedua,”
“Ada berapa sih pertanyaan, sebelum lo bertemu sama maut?” desis Azka.
Vera meringis merasakan lengan Azka di lehernya makin menguat. Melihat itu,
Arga menahan diri untuk tidak bertindak gegabah. Demi keselamatan orang yang
dicintainya
“Apa lo pernah, memiliki perasaan sama Vera?” tanya
Arga penuh selidik. Azka terkekeh.
“Vera? Buat apa gue suka sama gadis bau kencur seperti Vera. Asal lo
tahu, gue menggunakan Vera sebagai alat. Ya, sekadar untuk menjauhkan lo dari
orangtua asli lo.”
“Kamu sudah gila, Azka!”
“Aku memang gila!”
Rey sudah bersiap menembak Azka terlebih dulu sebelum Arga tertembak.
Ditatapnya tajam raut wajah Azka penuh amarah.
Peluru senapan yang dibawa Azka hampir melesat. Tawa Azka meledak.
Sesaat sebelum peluru melesat, Vera berhasil melepaskan diri dari
ikatan dan berteriak histeris.
“Tidakkk ...!”
Rey dan Vera berteriak. Mereka berlari menghampiri Arga yang sudah
memejamkan mata. Sedang Azka berteriak seperti orang gila dan berlari meninggalkan tempat
tersebut.
Vera merasa kepalanya berputar-putar. Pandangannya mulai tidak
terfokus. Rasanya dia sulit bernapas. Detik berikutnya, gelap menguasai
tubuhnya.
“CUT”
Ravina mengusap airmatanya dan tertawa keras. Gadis itu kemudian
menghampiri Ando dan menjitak kepalanya pelan.
“Udah istirahat, woy! Mau sampai kapan lo pura-pura pingsan di situ?”
njirr... ternyata dramanya ngena banget wkwkwkwk
BalasHapusHhehe, tulisan lama nih Mba Rohmah. Makasih udah mampir :)
Hapus